Thursday, August 25, 2016

HINGGA FAJAR MENJELANG: CHAPTER 4

 

UNTIL DAWN 

“Jadi Josh pernah bergabung dengan klub film?” Jessica masuk ke dalam dapur bersama Mike sambil tertawa terbahak-bahak.

“Ya, dia baru bergabung dengan tim futbol setelah aku mengajaknya. Saat itu dia awalnya menolak, namun akhirnya mau karena Matt sudah terlebih dahulu bergabung dengan kami.”jawab Mike sambil melirik ke arah Lyra yang sedang mematikan kompor gas saat Jessica sedang tak memperhatikannya.

“Astaga, aku tak menyangka Josh pernah seculun itu. Lho, dimana Matt dan Ashley?” tanya Jessica kepada Lyra.

“Tadi kulihat mereka keluar.” jawab Lyra sambil meraih telepon genggamnya. “Ah, aku tak bisa menghubungi Josh di atas. Aku segan kalau harus masuk kamarnya.”

“Percuma, tak ada sinyal di sini.” kata Jessica, “Dari dulu memang begitu.”

“Ya,” Mike membuka lemari es dan mengambil beberapa makanan. “Justru karena itu kami menyukai tempat ini. Hening, tak ada gangguan internet. Kami semua bisa bercengkerama tanpa salah satu sibuk menatap layar smartphone.”

“Bagaimana jika ada kondisi darurat?” tanya Lyra.

“Kau pikir kenapa proses pencarian Dawn dan Hope terlambat dilakukan?” kata Mike sambil mengigit sebutir apel.

Jessica segera menyikut pemuda itu.”Mike, serius kau menyinggung hal itu?”

“Lyra orang baru di sini, kurasa dia berhak tahu.” jawab Mike dengan santai, “Hanya ada satu radio untuk melakukan panggilan darurat. Radionya oldschool sekali. Josh memilikinya dan hanya ia yang bisa menggunakannya. Namun malam itu Josh benar-benar dalam kondisi mabuk. Pencarian Dawn dan Hope baru dilakukan sehari setelah mereka hilang karena kami harus menunggu Josh sadar.”

ARGH!” tiba-tiba terdengar rintihan pemuda itu.

“Ada apa, Sayang?” Jessica menoleh.

“Bibirku teriris ... astaga, untung aku belum memakannya!” Mike menunjukkan isi apel itu kepada kedua gadis itu.

Ada silet tertanam di dalamnya.

“Astaga, mengerikan sekali!” jerit Lyra, “Siapa yang melakukannya?”

“Dimana kalian beli ini?” Mike segera membuang apel itu.

“Di kota seperti biasa. Astaga, aku harus memberitahu Josh tentang hal ini ...”

“Tak perlu, tak perlu ...” Mike melarangnya, “Tak usah mengganggu Josh untuk masalah sepele seperti ini. Biarkan saja ia beristirahat. Pasti berada kembali di sini bersama kami membangkitkan kenangan buruk baginya. Aku tahu kok apa yang terjadi dengannya.”

“Apa maksudmu?” tanya Lyra.

“Aku tahu dia sempat dirawat di rumah sakit jiwa selama beberapa saat karena depresi setelah kedua adiknya hilang. Karena itu ia tak pernah lagi datang ke sekolah. Dia sudah menceritakanmu tentang hal itu bukan?”

Lyra memicingkan mata, “Belum. Ia tak pernah menceritakannya.”

“Ups,” Mike meralat, “Berarti aku terlalu banyak bicara” ia lalu menggerakkan jarinya ke depan bibirnya seperti sedang menutup resleting. “Mulai sekarang aku akan menutup mulutku.”

“Mungkin memang sebaiknya mulutmu itu teriris silet biar kau kapok, Mike.”cibir Jessica.

“Kok kamu bilang begitu, Sayang?” Mike segera berkumur dengan air keran untuk membuang darah dalam mulutnya. Setelah selesai ia menghadap ke kedua gadis itu dan bertepuk tangan.

“Ini akan menjadi malam yang membosankan, girls!” ucap Mike, “Jadi siapa di sini yang mau kuajak bermain papan Ouija?”

***

Sam tak menyadari pembunuh itu tengah mengendap-endap di sampingnya, terlebih lagi karena ada tirai putih yang memisahkan bathub-nya dengan sosok bertopeng itu.

Tepat waktu, Sam memutuskan membuka matanya dan menjerit melihat ada bayangan yang tengah mengangkat pisau di balik tirai putih bak mandinya.

“AAAAAAA!!!”

Pisau pembunuh itu segera mengoyak tirai itu sementara tangannya menghujam hingga ke dalam bathub.

“SREEEEET ... “ terdengar suara robekan tirai itu. Bahkan pisaunya nyaris menyentuh tubuh Sam di dalam air.

Insting dan refleks Sam membuatnya dengan cepat melompat dan segera menjatuhkan tirai itu ke arah sang pembunuh, membuatnya terjebak di dalamnya sehingga memberi Sam kesempatan untuk kabur.

***

Lyra dan Mike menyentuhkan jari telunjuk mereka di atas lup yang akan mereka gerakkan di sepanjang papan ouija itu.

“Ayo, Jessica! Kau tunggu apa lagi?”

“Aku tak percaya kita memainkan ini sekarang.” bisik Jessica.

“Hei, kita kan sering bermain Ouija saat kita berakhir pekan di resort ski ini. Apa kau lupa?” jawab Mike.

“Maksudku tidak setelah kematian Hope dan Dawn!”

“Apa kau takut hantu Dawn dan Hope akan beneran datang .... Ooooooo ...” Mike menirukan suara hantu.

“Sama sekali tidak lucu, Mike!” Jessica bertambah gusar.

“Aku belum pernah bertemu Dawn dan Hope. Jadi kurasa akan asyik jika bisa bertemu hantu mereka.”ujar Lyra.

“Nah, dia saja setuju. Ayo kita mulai!”

Jessica dengan enggan akhirnya ikut menumpangkan jarinya ke atas lup itu.

“Oke, kita mulai ...” Mike menarik napas dalam-dalam, “Roh yang berada di sini ... mohon bimbinglah kami ... Jika kau berada di sini, mohon berikan kami tanda!”

Jessica menahan dirinya agar tidak tertawa cekikikan.

“Li ... lihat ... lupnya mulai bergerak!” ujar Mike terbata-bata.

Lup yang mereka pegangi bertiga mulai bergeser ke arah “Yes”.

Tawa Jessica meledak, “Itu kau yang menggerakkannya, Mike!”

“Huh, kalian mau bermain-main atau mengundang hantu beneran?” Lyra mulai kesal.“Mana biar aku saja yang melakukannya ...”

Mike dan Jessica bergidik ketika Lyra, sambil memejamkan mata, mulai mengucapkan sesuatu dalam bahasa yang tak pernah mereka dengar.

“A ... apa yang barusan kau ucapkan?” tanya Jessica. Aura seram mulai membungkus ruangan dimana mereka berada, apalagi saat itu mereka berada dalam kegelapan.

Lyra akhirnya membuka matanya setelah usai komat-kamit. “Itu mantra kuno yang sering diucapkan kaum gypsi Magyar di tempat asalku untuk memanggil roh. Tunggu saja, ia pasti akan datang.”

“Apa-apaan ...” pekik Mike ketika lup yang mereka bertiga pegang mulai bergeser.

“Siapa kau?” tanya Lyra.

Lup itu bergerser ke huruf “I”.

“Aku adalah ‘aku’? Itu yang coba kau katakan? Itu tidak menjawab pertanyaanku.” kata Lyra.

“Ta ... tanyakan pertanyaan lain.” ujar Jessica yang mulai tertarik dengan permainan ini.

“Pertanyaan apa?” tanya Lyra.

“Kau Hope atau Dawn?” tanya Mike tiba-tiba.

“Mike!” sergah Jessica.

“Apa? Cuma mereka kan yang mati di sini?”kata Mike tanpa rasa bersalah.

Tiba-tiba lup yang mereka pegang bergeser ke “No.”

“Bukan?” Mike lebih penasaran ketimbang tadi, “Lalu siapa? Memangnya ada lagi yang mati di tempat ini?”

Lup itu mulai bergeser. Entah siapa yang menggerakkannya.

“A”

“L”

“O”

Dan terakhir, lup itu berhenti di “T”.

“A lot” ujar Mike tak percaya, “Banyak?”

“Mike ...” Jessica mulai ketakutan, “Kurasa kita harus menghentikan permainan ini ...”

Gadis itu tiba-tiba menjerit setelah lup itu tiba-tiba terpental dan terbang menghantam dinding.

***

Sam berlari ke bawah. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan pembunuh itu tidak berada di belakangnya.

Ia tak sempat melihat wajahnya tadi. Ataukah ia memakai topeng?

Siapa dia? Apa dia salah satu dari teman-temannya yang sedang mengerjainya?

Jika ini benar, maka ini sudah benar-benar keterlaluan! Apalagi ini adalah peringatan setahun kematian Dawn dan Hope. Benar-benar lelucon yang tidak sensitif!

Di bawah Sam nyaris bertabrakan dengan Lyra, Jessica, dan Mike yang berlari dari ruang bawah tanah.

“Teman-teman, tadi ada ...” namun ia terhenti ketika melihat wajah pucah ketiga temannya. “Apa yang terjadi pada kalian?”

“I ... itu tidak penting!” jawab Jessica sambil terengah-engah, “Kau sendiri kenapa berlarian memakai handuk?”

Sam baru sadar ia belum mengenakan pakaiannya.

“A ... ada yang berusaha membunuhku tadi di atas.”

“Hah?” Mike terkejut, “Kau serius?”

Tiba-tiba layar televisi yang ada di belakang mereka menyala. Mata mereka berempat segera tertuju pada LCD raksasa itu.

“A ... apa itu?” tanya Lyra, “Semacam film? Bukankah itu kau, Mike?”

“I ... ini ...” mata Sam membelalak begitu menyadari apa yang tengah ia lihat.

Di rekaman itu terlihat Dawn tengah membuka kancing bajunya satu demi satu, kemudian menanggalkan kemejanya. Terlihat pula Sam menyerbu masuk, namun terlambat. Elle sudah muncul dengan memegang tongsis dan menjepret Dawn dalam kondisi setengah bugil dengan kamera flashnya. Ashley dan Jessica keluar dari bawah ranjang sambil tertawa mengejek, sementara Jung Soo menyelinap keluar dari dalam lemari, tak mampu juga menahan tawanya.

Terdengar jeritan Dawn begitu sadar ia dikerjai.

Ah, bukan. Bagi Dawn ia tak merasa sekedar dipermalukan.

Ia dikhianati.

“Wah ... wah ... wah...” terdengar suara Elle di rekaman itu, “coba saja kalau kakakmu Josh melihat foto ini ... pasti dia nggak menduga adiknya ternyata perempuan murahan.”

Air mata Sam tak terasa menetes begitu melihat kembali kejadian itu.

“Kalian kejam ...” jerit Dawn.

Rekaman itu terhenti di sana, kemudian dilanjutkan adegan lagi.

“I ... itu kan kau, Sam?” tunjuk Jessica ke layar.

Tampak Sam tengah berendam di dalam bathub. Mata Sam melotot tak percaya. Ada yang merekamnya tengah mandi.

Tiba-tiba sesosok pembunuh bertopeng menakutkan muncul dan hampir menikam Sam, jika saja gadis itu tidak menyadari kehadirannya dan segera menelungkupkan tirai kamar mandi ke arah pembunuh itu.

“Si ... siapa pria itu?” seru Mike.

Sam baru menyadarinya. Ya, ia tak melihat si pembunuh dengan jelas tadi, tapi dilihat dari ukuran tubuhnya, tampak jelas di mata Sam bahwa itu adalah seorang lelaki.

“Kalian sekarang percaya kan? Pria itu berusaha menyerangku tadi.”

Tiba-tiba adegan berganti lagi.

Kali ini tampak seorang pria terantai di dinding.

“Itu Josh!” jerit Sam.

“Ini karena kau lalai ...” terdengar suara seorang lelaki misterius di rekaman itu, suara yang sengaja disamarkan. Namun entah kenapa, Sam merasa mengenalnya.

“Karena kelalaianmu, kedua adikmu mati ...”

Tiba-tiba sebilah gergaji roda muncul dan mengiris perut Josh, membelahnya jadi dua. Darah terciprat mengenai layar diikuti teriakan kesakitan pemuda itu.

“Tidak! Tidaaaaaak!!!!” jerit Sam histeris. Ia seakan tak bisa mempercayai apa yang ia lihat.

Josh terbunuh.

Tayangan itu berhenti di situ.

Tiba-tiba terlihat tulisan di dinding, berlumuran darah.

“YOU’RE NEXT!”

“Josh!” jerit Lyra. Dengan panik ia segera naik ke atas, ke kamar Josh, “JOSH!!!”

Namun berbeda dengan Sam dan Jessica yang terpaku dengan wajah pucat, Mike justru tertawa.

“Hahaha ... lucu sekali, Sam.” ujar Mike, “Apa kau dan Josh bekerja sama membuat ini? Sayang sekali, aku tak mudah tertipu.”

“Apa maksudmu, Mike?” Sam menoleh dengan wajah tegang, “Apa kau tidak melihatnya barusan? Seseorang baru saja membunuh Josh!”

“Yeah, right!” pemuda itu sama sekali tak terkesan, “Aku kenal Josh sejak dulu. Dia dulu pernah ikut klub film. Dengan mudah ia bisa mengedit video itu. Mungkin saja dia yang berpakaian seperti pembunuh untuk menakutimu. Pasti peringatan kematian adik-adiknya ini membuatnya sedikit tak waras.”

“Mike, tutup mulutmu!” Sam mulai marah.

“Sebaiknya kau segera mengenakan pakaianmu, Sam. Atau kau mau semalaman berkeliling pondok hanya dengan memakai sehelai handuk? Well, aku sih tak keberatan.” jawab Mike.

Sam segera naik ke kamarnya, “Aku akan berganti baju lalu mencari Josh. Kalian berdua juga harus ikut!”

Jessica hanya menatap Mike, kekasihnya.

“Apa benar ini cuman permainan Josh saja?”

Mike mengangkat bahunya.

 

BERSAMBUNG

2 comments: