Sunday, August 14, 2016

HINGGA FAJAR MENJELANG: CHAPTER 2

 

3

MIKE MENUNGGU hingga Hope masuk kembali ke resort dan meninggalkan Dawn sendirian di teras sebelum beraksi.

“Hai, Dawn.” ujar Mike sambil mendekat, “Apa yang kau lakukan di sini?”

Wajah Dawn tampak terkejut melihat pemuda itu. Pasti ia tak menyangka akan kehadirannya.

“Oh, hai Michael.” ujarnya gugup.

Mike terkikik. Rupanya benar kata Ashley, gadis ini naksir berat denganku, pikir pemuda itu.

“Panggil saja aku Mike, seperti yang lainnya.” Mike segera mengambil tempat di samping gadis itu. “Bulannya sangat indah, bukan.” Wajahnya menengadah ke atas. Biasanya Mike akan mulai mengoceh mengenai legenda rasi-rasi bintang. Namun ia tahu Dawn adalah gadis yang pintar. Ia takkan terbuai dengan gombalan semacam itu.

Mike menatapnya sejenak.

“Ah, mengapa kau tak secantik saudarimu, Hope?” Mike bertanya dalam hati, “Padahal kalian kan kembar. Aneh sekali.”

“Ada apa Mike? Kau terus menatapku.”

“Tidak apa-apa. Kau mau naik ke atas? Mulai dingin di sini.”

***

Dawn tanpa curiga ikut masuk ke kamar Mike. Sejauh ini Mike bersikap sangat ramah padanya, sehingga gadis itu sama sekali tak curiga. Wajar saja, semua wanita jika diajak ngobrol oleh pemuda pujaannya pasti hatinya akan berbunga-bunga.

“Dimana Jung Soo?” tanya Dawn,“Bukankah dia sekamar denganmu?”

“Ah, kenapa kau menanyakan orang yang tidak ada.” balas Mike, “Bertanya saja tentang yang ada di sini.”

“Maksudmu?”

“Apa kau tidak bosan, hidup bersama keluarga Washington?”

“Kenapa bosan?”

“Yah, keluarga sosialita seperti kalian pasti banyak memiliki rutinitas. Segalanya sudah diatur. Tak bisa bebas. Yah, menurutku gadis secantik kamu sepatutnya mendapatkan petualangan yang lebih.”

“Petualangan?” Dawn tertawa, “Berada di kabin terisolir seperti ini sudah terasa seperti petualangan bagiku.”

“Sama,” balas Mike sambil memegang tangan Dawn. “Dan petualangan ini jauh lebih berarti bagiku karena ada kau di sini.”

“A ... apa maksudmu? Bukankah ada Elle bersamamu?” Dawn terdengar menolak godaan, namun bahasa tubuhnya tak mampu menipu mata Mike yang sudah terlatih dan jeli. Pipi gadis itu tampak memerah, pertanda ia mulai tersanjung.Ia juga sama sekali tak berniat melepaskan genggaman tangan Mike.

“Elle ... hanyalah debu jika dibandingkan denganmu.”

Tanpa siapapun duga, Mike mulai menarik kaosnya dan melepaskannya.

Dawn tampak terkejut.

“Ayo,” ajak Mike yang sudah duduk di atas ranjang, “Apa kau tak menginginkannya juga?”

Dawn bahkan tak berpikir. Jemarinya mulai bergerak melepaskan kancing-kancing kemejanya. Dalam beberapa detik, ia hanya tinggal mengenakan bra-nya saja.

***

“BRAAAAK!!!”

Sam berhasil mendobrak pintunya. Ia kini terbebas. Dengan segera ia berlari ke arah kamar Mike.

Ia harus memperingatkan Dawn akan rencana Elle dan kawan-kawannya.

***

“DAWN, JANGAN ...” Sam merangsek masuk, namun sudah terlambat.

Dawn terkejut, bukan karena Sam yang masuk ke kamar dimana ia seharusnya berduaan saja dengan Mike, namun karena cahaya lampu flash yang baru saja mengenainya dan sesaat membuatnya linglung.

Terdengar suara tawa membahana ketika sosok-sosok yang ia kenal keluar; ada yang dari dalam lemari dan ada pula yang dari bawah tempat tidur.

Ashley dan Jessica tertawa terbahak-bahak. Jung Soo juga tampak menahan tawanya. Namun suara tawa paling keras terdengar berasal dari Elle yang sedang memegang handphone di tangannya.

“Wah wah wah ... coba saja kalau kakakmu Josh melihat foto ini ... pasti dia nggak menduga adiknya ternyata perempuan murahan ...” ejek Elle sambil tergelak.

“Ka .. kalian ...” rintih Dawn tak percaya. Ia buru-buru memakai kemejanya lagi.

Ia menatap Mike yang juga memakai kaosnya kembali.

“Kau tak benar-benar berpikir kita benar-benar akan tidur bersama dengan begitu mudahnya kan?” senyuman kemenangan tersungging di bibir Mike.

“Kalian semua kejam!” jerit Dawn. Air matanya segera berderai dan iapun berbalik meninggalkan mereka.

Sam merasa terpaku melihat semua kejadian itu. Ia tahu ia harus menghibur Dawn, namun apa yang bisa ia lakukan? Apa yang bisa ia katakan? Sejauh yang ia lihat, Dawn juga bersalah menanggapi rayuan Mike dengan begitu frontal.

Ketika Dawn berlari melewatinya, barulah Sam tersadar. Ia tak boleh mgnghakimi Dawn begitu saja. Ia dipermainkan. Semua ini adalah skenario yang direncanakan. Sam segera mengikutinya ke bawah.

“Dawn, tunggu!” seru Sam.

“Hei, Dawn, ayolah ... jangan marah ...” Mike bangun dari ranjang dan mengikuti mereka berdua. Keempat remaja yang lain mengekor dari belakang.

“Dawn, tunggu!” panggil Sam. Namun Dawn segera mengambil jaket yang tergeletak di atas perapian dan keluar dari pintu depan. Suara isakannya masih terdengar, untuk kemudian tenggelam ketika pintu ditutup dengan keras.

“Dawn, jangan pergi! Maafkan kami, hei!” seru Mike dari atas tangga.

Sam mengejarnya hingga ke pintu, namun ia lalu menyadari cuaca ternyata sedang sangat buruk. Hembusan angin masuk dan langsung membuatnya mengigil kedinginan.

“Ah, sial!” pikir Dawn, “Aku meninggalkan jaketku di kamar atas!’

“Hei, Dawn!” Mike berusaha mengejarnya, namun Sam justru mendorong tubuhnya menjauh dari pintu.

“Jangan coba-coba dekati dia, Mike!” jerit Sam marah, “Kau yang membuatnya begini! Dia hanya akan lebih terpuruk bila melihatmu.”

Mike mundur, “Ta ... tapi kami hanya bercanda ...”

Sam tak peduli dengan pembelaaan Mike dan segera menghampiri Josh yang sedang tertidur pulas karena mabuk berat.

“Hei, Josh! Josh! Bangun!” Sam mencoba membangunkannya dengan menepuk-nepuk pipi pemuda itu. Namun Josh hanya menjawabnya dengan erangan tak sadarnya.

“Ada apa ini?” Hope, saudari kembar Dawn, tiba-tiba muncul dari dapur, “Kenapa kalian ribut-ribut?”

“Dawn ... dia pergi keluar, padahal sepertinya akan datang badai ...” jawab Sam.

“Kami hanya menjahilinya, Hope.” Elle mencoba menjelaskan, “Namun ia terlalu sensitif dan ...”

“Apa yang kalian lakukan padanya?” jerit Hope, “Dawn!!!”

Tanpa pikir panjang, Hope segera keluar mencari saudarinya,

“Hope, jangan keluar sendirian malam-malam begini!” Sam mencoba menghentikannya, namun percuma.

Saat itu Sam belum tahu bahwa itu saat terakhirnya melihat mereka berdua.

***

“Dawn! Dawn! Tunggu!!!

Suara Hope di belakangnya akhirnya menghentikan langkah Dawn di atas salju,

Hujan salju mulai turun dan semakin lama semakin deras. Dawn juga menyesal tadi berpikir singkat dengan kabur dari kabin. Salju yang diinjaknya semakin tebal dan ia tahu tak ada lagi tempat yang ia tuju.

Namun ia terlalu marah pada mereka. Marah pada perlakuan mereka kepadanya. Apa salahnya pada mereka? Mengapa mereka memperlakukannya seperti ini?

“Dawn,” Hope menggenggam lengan saudara kembarnya, “Kita harus kembali! Cuaca akan semakin dingin.”

Dawn menjauhkan tangan Hope darinya.

“Kenapa aku tak bisa menjadi sepertimu, Hope ...” Dawn merasa air matanya membeku karena dinginnya udara yang menerpa mereka.”Padahal kita kembar, tapi mengapa nasib kita begitu berbeda?”

“Dawn ... apa ... apa maksudmu?” Hope tak mengerti. Mungkin selama ini ia begitu sibuk dengan dirinya hingga mengabaikan penderitaan adiknya. Ia bahkan tak sadar bahwa teman-temannya tak menerima Dawn seperti mereka menerimanya.

Dawn akhirnya melanjutkan langkahnya menjauhi resort.

Hujan salju semakin deras menerjang mereka.

“Dawn, tunggu!” Hope masih menjerit di belakangnya.

Tiba-tiba Dawn melihat sesosok tubuh menghadangnya di kejauhan.

“Si ... siapa itu?” tanyanya dalam hati.

Ia mengenakan jaket tebal dengan tudung sehingga Dawn tak bisa melihat wajahnya.

Namun sosok itu mendekatinya.

Berjalan makin dekat, melintasi salju.

Dawn mulai mundur dan berbalik menuju ke Hope.

Tetapi sosok itu kemudian berlari.

Mengejarnya.

***

Hope menatap dari kejauhan. Badai salju yang mulai bertiup membuatnya tak bisa melihat dengan jelas. Ia sempat bersyukur ketika melihat adiknya berjalan kembali ke arahnya.

Namun senyumnya luntur begitu melihat ada seseorang tengah mengejar adiknya.

Dawn berusaha lari, tetapi orang itu berhasil menyergapnya dan menjatuhkannya ke atas salju.

“Tidak! Dawn!!!” jerit Hope begitu sadar orang itu berhasil menangkapnya.

Hope segera berlari ke arah mereka dan mendorong sosok misterius itu menjauh. Ia lalu membangunkan Dawn dan menariknya.

Mereka merasa bahwa mereka berlari ke arah pondok, namun mereka tak bisa melihat apa-apa. Hanya hempasan salju yang terlihat di mata mereka. Salju, hanya ada salju dimana-mana.

“Hope, tunggu ...aku tak kuat ...”

“Tidak, Dawn! Kau harus kuat! Kita akan segera sampai ke pondok!” seru Hope yang masih menggandeng saudara kembarnya itu.

Namun baru beberapa detik mengatakannya, gadis itu tiba-tiba menjerit di dalam kegelapan.

Ia terperosok ke dalam jurang dan menarik tubuh Dawn ikut jatuh bersamanya.

Namun Dawn berhasil berpegangan pada sebatang kayu pada bibir tebing, sementara tangan satunya masih memegang erat tangan Hope, yang kini bergantung dengan jurang menganga di bawah kakinya.

“To ... tolong ...” Dawn berusaha berteriak, namun ia kehabisan tenaga.

Sosok misterius itupun tiba di mulut tebing.

Ia berdiri tepat di depan Dawn yang tengah bergantung, tak hanya memperjuangkan nyawanya sendiri, namun juga nyawa saudara kembarnya.

“To .... tolong kami ...” rintih Dawn mengiba.

Namun sosok itu justru menginjak tangan Dawn, membuat genggamanannya terlepas dari ranting itu.

Teriakan mereka berduapun ditelan dalam alunan badai dan raungan kegelapan malam itu.

Tak pernah terlihat lagi.

***

“Kau tahu kan Dawn dan Hope Washington tak pernah terlihat lagi sejak saat itu. Mereka menghilang malam itu, bahkan mayat mereka tak pernah ditemukan.”ujar Dr. Hill sambil membetulkan letak kacamatanya.

Pasien di depannya tampak menangis. Sepertinya ia ingat dengan kejadian itu.

“I ... itu semua salah kami ...”

***

Sudah tiga hari sejak Hope dan Dawn tak kembali ke kabin mereka. Di atas helikopter, yang entah untuk ke berapa kalinya terbang di atas jurang itu, Josh tampak termenung, menatap ke dasar jurang. Ia masih berharap ia akan melihat kedua adiknya membuat tulisan SOS dari apapun yang mereka temukan, atau menyalakan api dan asap agar tim SAR mudah menemukan mereka.

Namun dalam kondisi suhu serendah ini, hal itu tampaknya mustahil.

Teman-temannya yang lain telah pulang. Mike, Elle, Matt, Jung Soo, Jessica, dan Ashley, mereka kembali ke kehidupan mereka masing-masing. Hanya Josh dan Sam yang bertahan di sana. Namun Sam juga tahu, bahwa mereka tak bisa selamanya menunggu di sana.

Sam hendak kembali malam ini ke rumahnya. Ia berharap Josh melakukan hal yang sama. Namun yang pemuda itu lakukan hanya murung dan tak mau berbicara dengan siapapun.

Sam yang ikut naik di dalam helikopter pencarian meletakkan tangannya di bahu pemuda itu untuk menghiburnya.

Namun Josh hanya mendorong tangan gadis itu menjauh dari pundaknya.

BERSAMBUNG

3 comments:

  1. lanjutinn pleasssseee~ penasaran ampe diubun-ubun :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo baca di wattpad udah ampe chapter 5 lhoooo

      Delete
    2. yyeey~ beneran? *otw baca di wattpad* maacih babang dave ....

      Delete