Penulis: sleepyhollow_101
Judul Asli: “Catcalling is Gross”
Aku sedang
berkendara mengelilingi kota bersama teman-temanku. Aku tak begitu mengenal
mereka, namun kami teman sekolah. Mereka cukup liar, namun aku sudah putus asa
ingin menemukan teman. Aku tahu ini satu-satunya kesempatanku.
Jadi, di
sinilah aku, duduk di kursi belakang mobilnya Danny, menyaksikan mereka
berteriak kepada gadis-gadis yang mereka lihat dari jendela.
“Hei
Sayang, ******mu sexy lhooo ...” teriak Tom. Gadis itu langsung mematung di
trotoar sembari menundukkan kepala dan tidak merespon. Mungkin dia menangis.
“Dasar
cengeng!” teriaknya lagi. Kami tertawa. Ya, termasuk aku. Walaupun menurutku
itu tidak lucu, namun aku ingin membaur dengan mereka.
“Ceweeek
... ngamar yuuuk!” teriak Mike ketika ia melihat cewek lain sedang berjalan
sendirian. Ia menatap kami dengan wajah jijik. Namun itu malah membuat tawa
kami semakin kencang.
“Oke, Ian
... sekarang giliranmu!” kata Danny, sembari menatapku dari arah spion.
Aku
membeku. Aku tak pernah melakukan catcalling
pada perempuan sebelumnya.
“Ayo,
tunggu apa lagi? Lo bukan pengecut kan?” tanya Mike.
“Ayolah,
Bro. jangan jadi cupu laaah.” cibir Tom.
Ya, aku
memang selalu cupu seumur hidupku. Namun tidak kali ini.
Aku melihat
seorang gadis. Ia amat cantik, dengan rambut coklat panjang, bintik-bintik pada
wajahnya, serta gaun musim panas berwarna kuning cerah. Ia menatap kosong ke
depan, menunggu lampu untuk menyeberang.
Kamipun
lewat di depannya. Aku tak tahu apa yang harus kuteriakkan, jadi aku mencoba,
“Cewek, lihat dalemanmu dong!”
Seisi mobil
senyap sebentar, sebelum tawa kami akhirnya meletus.
“Ew ... lo
parah banget, Bro!” Tom terpingkal-pingkal.
“Najis lo,
tapi keren!” Danny menatapku dengan wajah setuju dari kaca spion.
Aku
menyeringai. Sepertinya aku berhasil memberikan kesan pada mereka. Aku menoleh
sebentar ke belakang dan melihat gadis itu masih di trotoar. Ia tak berbuat
apa-apa. Ia tak balik berteriak memaki kami ataupun mengacungkan jari
tengahnya. Ia hanya menatap kami dengan matanya yang tajam. Bulu kudukku serasa
berdiri. Ia terus menatapku hingga akhirnya mobil kami berbelok dan aku tak
mampu melihatnya lagi.
Kemudian
aku melupakan tentangnya.
Danny
menggunakan KTP palsunya untuk membeli bir dan kamipun kembali ke apartemen
untuk bersantai. Akhirnya, bocah-bocah itu tertidur karena mabuk dan akupun
naik ke atas tempat tidur, merasakan deru alkohol siap membiusku pula.
Aku
langsung tertidur nyenyak begitu kepalaku menyentuh bantal.
Tengah
malam aku terbangun. Aku tak tahu apa yang membangunkanku. Saat itu masih gelap
dan bulan masih dengan malu bersumbunyi di balik awan yang gelap. Aku tak bisa
melihat apapun di sekitarku, namun aku bisa mendengar sesuatu.
“Slik ...
slik ... slik ...”
Suara itu
terdengar basah, seperti sesuatu yang digesekkan. Aku meraih lampu di sampingku
dan mencoba menyalakannya.
“Slik ...
slik ... slik ...”
Aku tertegun.
Gadis yang berada di trotoar tadi kini berdiri di kamarku, menatapku. Namun
perutnya ... perutnya tersayat membuka dan aku bisa melihat seluruh isi
perutnya.
“Slik ...
slik ... slik ...”
“Kenapa?”
tanyanya sambil menggesek-gesekkan ususnya sendiri yang dipegangnya, “Bukannya
ini yang ingin kamu lihat?”
Dan kemudian mereka berpesta sate usus..
ReplyDeleteDaleman yg salah nih...
ReplyDelete