Penulis: movieman94
Judul asli: “The Vow”
SEPERTI
anak remaja lain yang tinggal punya setahun lagi di SMA. Aku membenci kedua
orang tuaku karena menyuruhku pindah dan berpisah dengan teman-temanku. Pindah
ke kota tetangga sih tidak masalah, namun pindah ke negara bagian lain. F*ck
them!
Tentu saja
apa yang kulakukan terlalu dramatis, namun aku mengambil sumpah untuk tetap
diam sebagai bentuk protesku. Jika mereka mau menyingkirkan teman-temanku, maka
aku akan menyingkirkan pula anak laki-laki yang biasa mereka kenal.
Sulit
beradaptasi di sekolah baruku pada awalnya. Justru bukan karena mereka
mengabaikanku, namun mereka malah sangat tertarik dengan seorang anak baru yang
tak pernah berbicara sepatah katapun. Namun ujung-ujungnya, perhatian itu
memudar. Kurasa pada suatu titik mereka menyadari bahwa aku takkan berbicara
pada mereka dan akhirnya, mereka menjadi sedikit ketakutan terhadapku. Aku
haruslah seorang pria dengan mental nggak beres jika aku sama sekali tak pernah
berbicara, bukan?
Awalnya aku
hanya berencana untuk membisu pada semester pertama ini di sekolah. Libur musim
dingin tiba dan kurasa semuanya akan menjadi normal. Akan tetapi, aku menyadari
bahwa ternyata diacuhkan oleh orang lain itu sesuatu yang menyenangkan. Tak ada
yang menggangguku dan akhirnya, aku memutuskan untuk tak pernah berbicara lagi selamanya.
Hari itu di
bulan November, aku pulang dari sekolah dan menemukan ayahky di sana. Ini tidak
biasa. Ia jarang sekali pulang dari kerja lebih awal. Ia tertidur di sofa, di
depan televisi. Aku berjalan menuju ke dapur dan menemukan selusin botol bir
kosong di atas meja. Apa dia ma –
“Wah wah
wah .... lihat siapa yang pulang?”
Aku
berbalik dan menemukan ayahku berdiri di lorong menuju dapur di belakangku.
Amarah tampak menyala di matanya.
Ia mulai
berjalan ke arahku.
“Coba tebak
siapa yang dipecat hari ini?”
Aku
menunjuk ke arahnya.
“Anak yang
pintar. Dan tebak siapa penyebab semua stress yang membuatku kehilangan
performa pekerjaanku?”
Aku
menunjuk ke arahnya lagi sebagai bentuk sarkasme.
Ia tertawa
dengan beringas, “Masih tidak mau berbicara?”
Aku
menggelengkan kepala.
“Well, aku
akan membantumu dengan itu.”
Tiba-tiba
ia menghantam wajahku dengan keras. Aku seakan tak sadarkan diri untuk sejenak
dan begitu sadar, aku sudah berada di lantai. Aku bisa merasakan hidungku
berdarah. Aku mengerang.
Ayahku
mengobrak-abrik laci dapur, mencoba untuk mencari sesuatu.
“Dimana
gunting sialan itu?”
Darah
mengalir dari hidungku, turun membasahi bibirku.
Ia berbalik
dan menatapku, “Akan kupastikan kau takkan pernah bisa berbicara seumur
hidupmu!”
Ia menerkan
ke arahku dan menarikku dengan kasar dari atas lantai, “Bangun, dasar idiot!
Bantu aku menemukan guntingnya!”
Aku
menunjuk ke langit-langit di atasku.
“Apa?
Guntingnya ada di atas, di kamarmu?”
Aku
mengangguk.
“Buat apa?
Memotong j***utmu?”
Aku
menggeleng sembari menyeringai ke arahnya.
Matanya
mulai melebar. Ia mulai menyadari sesuatu.
“Ka ... kau
tak segila itu, kan?”
Aku membuka
mulutku perlahan dan menunjukkan penggalan daging yang tersisa dari lidahku.
Gilaaaa.
ReplyDeleteSudah kuduga sih 😏
ReplyDeleteNi anak nekad sekali,,
ReplyDeleteGila.
ReplyDeletekau telat ayah
ReplyDelete