Penulis: BlueArtiste
Judul Asli: “Sirens, Blood, Errors”
Dimana
kesalahanku hingga semua ini terjadi?
Hari itu
seperti hari-hari biasanya di sekolah. Yang ada hanyalah pikiranku yang
mengelana sepanjang kelas, menunggu jarum jam untuk berdetak bak putaran roda
dan kelas berakhir dengan iringan bel. Aku selalu ingin keluar dari kungkungan
ini, namun tidak begini caranya. Tak pernah aku berpikir ini akan terjadi,
tidak dalam jutaan tahun.
Suara
pekikan alarm kebakaran mengiris telinga kami, membuat kami tertegun
kebingungan. Tanpa kusadari, akupun tengah berlari keluar dari auditorium
bersama anak-anak lain ke koridor bercat putih. Di sanalah aku mendengar suara
tembakan itu. Suara mengejutkan itu terdengar seperti teriakan kembang api dan
suara “plop” ketika sumbat botol sampanye dibuka dan air berbusa mengucur dari
mulutnya. Kakiku kini terpaku di atas lantai beton ketika kuluhat kepanikan
anak-anak semakin menjadi-jadi. Mereka semua berlari, berusaha melarikan diri.
Aku melihat Danny tersandung dan jatuh ke lantai, lalu menengok ketakutan ke
arah bahunya. Aku menyaksikan Maxime dengan sembab penuh air mata; air mata
yang mengacaukan make up dan
maskaranya. Aku menonton Jonathan mencoba mencengkeram lengan kirinya, dimana
darah menyesap keluar diantara jemarinya, menodai kaos putihnya hingga berubah
menjadi semerah anggur.
Aku
mendekat dan mendorong kerumuman itu, berusaha keluar ke arah sebaliknya. Namun
mereka malah menerjangku dalam iring-iringan kepanikan itu. Di depanku, mataku
bertatapan dengan Laura yang tersungkur ke depan. Matanya terkunci ke arahku
dengan tatapan yang seakan mengisyaratkan bahwa ia tahu bahwa inilah takdirnya
untuk mati. Ia jatuh ke tanah, bahkan tak sempat menangis, ketika dua peluru
menemus punggungnya.
Deringan
alarm kebakaran, teriakan dua koridor jauhnya. Semuanya itu seperti “klik”
ketika aku mendongak dan menatap Adam, teman sekelasku, teman sekamarku,
sahabatku, semua di atas segalanya – dengan senapannya tepat mengarahku. Dia
berdiri mematung dengan napas tersengal. Tubh-tubuh tak bernyawa dari
orang-orang yang kukenal kini membujur bergelimpangan di berbagai sudut sekolah
ini dengan cipratan darah seakan meneriakkan pinta terakhir mereka.
Sedetik
kemudian, da orang satpam menerkam tubuh Adam, entah darimana, dan
menjatuhkannya ke tanah. Ia mencoba melepaskan tembakan, pelurunya bergema di
koridor panjang, namun ia takkan memenangkan pertempuran itu. Salah seorang
satpam yang bertubuh lebih besar menendang senapan itu dari tangannya dan
menindihnya ke atas lantai. Satpam yang lain berteriak dengan panik ke arahku,
menyuruhku untuk segera menyelamatkan diri. Namun yang bisa kulakukan hanya
menatap semua adegan itu dengan tatapan kosong dan membisu.
Dimana
kesalahanku hingga semua ini terjadi?
Adam seharusnya
baru mulai menembak setelah mendapat sinyalku.
Ternyata si aku sendiri yg jadi penyebabnya 😒
ReplyDeleteHe.. jadi? Aku yg dari tadi nembak, sedangkan Adam diminta buat nembak si aku?
ReplyDeletenyusahin aja si Adam
ReplyDelete