Saturday, November 14, 2015

CITY OF ASHES: EPISODE 4 (ORIGINAL SERIES)

 

PART ONE: SHANDI

CHAPTER 4

  CITY OF ASHES

VESPER LITURGY

Copyright by: Dave Cahyo

 

Januar terbangun dengan kepala yang amat pening. Ia teringat kejadian saat preman-preman itu menusuknya tanpa ampun. Namun aneh, tubuhnya terasa ringan dan segar. Ia tak pernah merasa sesehat ini sebelumnya. Januar meraba lukanya dan ajaibnya, luka itu kini menghilang tanpa bekas.

Januar bangkit dan nyaris terlonjak melihat kengerian yang ada di sekelilingnya. Ia ada di dalam sebuah rumah. Darah terciprat di dinding-dindingnya dan ia juga bisa melihat mayat-mayat bergelimpangan di lantai.

Mayat para penghuni rumah ini.

Di depannya tampak seorang wanita cantik tengah duduk sambil memperhatikannya.

Januar ingat benar siapa wanita itu. Ia adalah wanita yang ditolongnya di gang tadi. Namun ....

“Kau? Makhluk apa kau ini?” tanya Januar. “Aku melihatmu membunuh dan menghisap darah orang-orang itu.” Anehnya, ia sama sekali tak merasa takut dengan keberadaan perempuan itu.

“Namaku Juliana Beaugerard.” gadis itu tersenyum, “Tentang siapa-kah aku ini, kurasa kau sudah tahu.”

“Vampir.” bisik Januar. “Ya Tuhan, semua kegelapan ini ... kau memanfaatkannya ...”

Gadis itu kembali tersenyum, “Kau hebat. Kau adalah orang pertama di kota ini yang menyadarinya.”

Juliana beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arahnya dengan langkah yang anggun. Januar langsung mundur.

“Cahaya adalah musuh kami. Kami hanya bisa makan ketika malam tiba. Namun seringkali, itu juga bisa beresiko. Karena itu, kami hanya bisa berpesta pora pada saat-saat seperti ini ... saat kegelapan melingkupi dalam waktu yang lama ...”

Januar tiba-tiba mendengar sesuatu. Degup jantung. Bukan detak jantungnya sendiri, namun orang lain.

Ada orang lain di ruangan ini.

Januar menunduk dan melihat seorang gadis menatapnya dengan wajah ketakutan. Selama ini ia bersembunyi di balik sofa.

Januar kembali mendongak ke arah Juliana, berharap ia tak menyadari kehadiran gadis itu.

“Apa yang kau lakukan pada orang-orang di rumah ini?”

Juliana tertawa, “Salah mereka sendiri mereka tak mau pergi saat ada perintah evakuasi. Darah mereka sangatlah lezat. Bahkan rasanya darah yang berdesir di nadi mereka seakan memanggilku ke rumah ini. Darah anak-anak mereka lebih lezat ketimbang orang tuanya.”

“Kau ... kau membunuh semuanya?” Januar tampak geram.

“Ada satu bayi di belakang. Tentu saja aku tak menghisap darahnya. Aku masih menaruh belas kasihan kepadanya,” Juliana menatap pemuda itu sambil menyeringai, “Aku membunuhnya dengan cepat sehingga ia tak merasakan sakit sedikitpun.”

“Kau biadab!!!”

Juliana tertawa terbahak-bahak.

“Lalu kenapa kau tidak membunuhku?” Januar beruaha mengalihkan perhatian Juliana, sambil memberikan kode pada gadis yang tengah bersembunyi itu untuk segera kabur.

“Entahlah, aku juga tak tahu. Yang jelas aku sudah menyelamatkan nyawamu. Satu-satunya cara agar kau tidak mati adalah membuatmu hidup abadi.”

“Apa ... apa maksudmu?” Januar mulai khawatir.

“Seperti kau tahu, gigitan vampir dapat mengubah mangsanya menjadi vampir juga.”

Januar terkesiap, “Aku ... aku tak sama seperti kau!!!”

Juliana kembali menyeringai, “Benarkah?”

Dengan gerakan secepat kilat, Juliana segera menangkap gadis yang tengah bersembunyi itu, lalu menggorok lehernya dengan kukunya.

Gadis itu segera terbanting ke lantai dengan darah mengucur lebat dari nadi lehernya.

“Ia akan segera mati kurang dari semenit lagi, takkan ada yang bisa kau lakukan untuk menolongnya.” kata Juliana, “Sebaiknya kau segera ambil kesempatan ini.”

Bau darah yang anyir namun mengundang selera segera tercium di hidung Januar. Ia ingin menolak perasaan itu, namun ia tak bisa.

Ia tak kuasa membendung keinginannya.

Dan Januar segera menenggak darah gadis itu dari lehernya.

***

 

Teng teng” terdengar suara lonceng dari kejauhan.

“Itu! Masih ada orang di sana! di gereja itu!” tunjuk Shandi. Menara lonceng gereja yang tinggi memudahkan tim itu menemukan letaknya.

Lana menjerit ketika mendengar suara tawa yang berkumandang dari langit.

“Wanita kelelawar itu! Dia masih mengikuti kita!” teriak Otong panik.

“Masuk ke sini!” seorang yang memakai jubah putih keluar dari gereja dan menyuruh mereka masuk.

Tiba-tiba makhluk itu mendarat di pundak Tieya, nyaris membawanya terbang bersamanya.

“Tieya!!!” Otong langsung berusaha menahan gadis itu agar tidak dibawa pergi.

Pastur itu lalu memercikkan air ke arah wanita kelelawar itu dan ....

“AAAAAAA!!!!” makhluk itu mengeluarkan teriakan kesakitan yang memekakkan telinga. Ia segera melepaskan Tieya dan pergi menjauh.

“Apa ... apa itu?” tanya Shandi keheranan.

“Ini air suci yang dicampur vervain. Satu-satunya yang bisa melawan vampir.”

***

 

Lima orang bergerak maju ke depan altar, dimana seorang pria tua tengah terduduk di sebuah kursi roda, infus berwarna merah mengitari tangannya. Ia nampak letih dan hanya bisa menatap mereka berdua tanpa menggerakkan bibirnya. Ia menggunakan telepati untuk berbicara dengan mereka.

“Bagaimana perburuan kalian?”

“Semua lancar, Tuan.” Seorang pemuda beranjak maju dan kemudian menggigit pergelangan tangan pria tua. Ia bukan menghisap darah pria tua itu, namun justru kebalikannya, mentransfusikan darah yang ia minum kepadanya.

“Sudah cukup, Nino.”

Nino Nafan, vampir itu, beranjak mundur sambil mengelap darah yang keluar dari mulutnya.

“Kenapa Tuan Vermando Foo memanggil kami ke sini?” tanya salah satu pemuda yang berada di sana.

Vampir tua yang dipanggil Foo itu menoleh kepada Nocha, vampir yang bertanya kepadanya.

“Dimana Andrea Lunera? Seharusnya dia ikut bergabung bersama kita.”

“Kurasa dia masih keasyikan berburu.” jawab seorang vampir wanita, “Siapa yang tidak jika ada begitu banyak mangsa seperti ini.”

“Kau benar, Callula.” jawab seorang vampir lain; seorang pemuda berkulit putih dan bermata hijau terang bernama Bram. “Kota ini seperti hidangan buffet; all you can eat.”

“Ini adalah titah Pangeran Kegelapan! Seharusnya dia mematuhinya dan datang ke sini, sesibuk apapun dia!” Foo tampak murka mendengar ketidakpatuhan anak buahnya.

“Aku akan menghukumnya begitu dia sampai di sini!” kata Juliana.

“Huh!” sergah Nocha dengan sinis, “Siapa yang mengangkatmu menjadi pemimpin di sini?”

Juliana menatap mata Nocha dengan tajam.

“Hentikan!!!” sabda Foo seolah menggema ke seluruh ruangan, “Kalian bisa memakan apapun yang kalian suka di sini, tapi Pangeran Kegelapan mengingatkan kalian agar tetap fokus pada tugas utama kita!”

Kelima vampir itu langsung menunduk.

“Namun kudengar ada satu vampir di sini yang melanggar peraturan kita.” ujar Callula sambil tiba-tiba menunjuk ke arah Juliana. “Dia!!!”

Foo hanya menatap Juliana dengan dingin, “Dia benar, Juliana. Kau telah melanggar salah satu peraturan paling penting dari perkumpulan kita. Seharusnya kau langsung membunuh siapapun yang kau minum darahnya agar dia tak berubah menjadi vampir!”

“Ya, Tuan Foo benar!” seru Callula. Semenjak dahulu ia memang sudah membenci kehadiran vampir perempuan itu. “Seharusnya kau tak mengubah siapapun menjadi vampir! Jumlah kita sudah genap tujuh. Jika kau menambah populasi vampir, kau hanya menambah persaingan di sini!”

“Hormati aku, Callula! Aku lebih tua ketimbang kau! Bahkan Pangeran Kegelapan sendiri yang telah memilihku!”

Callula hanya tertawa sinis, “Memilihmu menjadi apa? Pengantinmu? Yang kutahu, di sini hanya kau yang tak bekerja dengan becus. Melihat pria tampan sedikit saja kau langsung berkhianat.”

“Aku bukan pengkhianat!” Juliana bertambah marah, “Jika kau menginginkan jumlah kita genap tujuh, maka akan kukabulkan!”

Juliana dengan segera mencabut jantung Callula. Vampir wanita itupun langsung ambruk tak bernyawa. Kelima vampir lainnya hanya menyaksikan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

“Nah bagaimana, dengan begini kita tetap bertujuh bukan.” gadis itu langsung membuang jantung Callula ke lantai, “Tuan Foo, jika tak ada lagi yang ingin Anda sampaikan, saya permisi dulu.”

Foo hanya terdiam dan kembali menutup matanya, kelelahan, bahkan setelah darah yang diberikan Nino padanya. Bram hanya tertawa melihat persaingan antar vampir itu. Sembari berbalik meninggalkan mereka, Nocha berbisik kepada Nino.

“Aku sama sekali tak percaya pada perempuan itu.”

Nino hanya menyunggingkan senyum misterius.

***

 

Andrea Lunera merasa kesakitan karena vervain yang dipercikkan ke sayapnya. Namun dengan daya regenerasinya, luka itu segera menghilang.

“Kurang ajar! Bagaimana dia bisa tahu kelemahanku?” Andrea menatap gereja itu. “Mustahil aku bisa masuk ke sana jika mereka punya senjata sedahsyat itu.”

Andrea kemudian melihat sebuah truk pengungsi lewat.

Dan tersenyum.

***

 

“Bagaimana Anda tahu vervain bisa mengalahkan para vampir?’ tanya Lana ketika mereka bergerak di antara kursi-kursi gereja.

“Namaku Pastur Wilson. Aku berasal dari Swiss namun sudah tinggal di Indonesia hampir selama 50 tahun. Di tempat asalku, aku banyak mendengar tentang para vampir. Namun baru kali ini aku melihat mereka secara langsung.”

“Bagaimana cara membunuh mereka?” tanya Shandi.

Pastur itu menatap Shandi dengan iba, “Anakku, kau tak bisa membunuh vampir kecuali mengeluarkan jantungnya dari rongga dadanya atau memenggal kepalanya.”

“Apa?” Shandi tersentak. Ia tahu dengan kemampuan super yang dimiliki vampir, mustahil hal tersebut bisa dilakukan manusia biasa. “Bagaimana dengan menusuk jantung mereka dengan pasak kayu? Kudengar itu berhasil.”

Pastur Wilson menggeleng, “Vampir memiliki daya regenerasi yang sangat tinggi. Luka apapun yang mereka terima pasti akan segera sembuh.”

“Lalu vervain itu? Bisakah membunuh mereka dengan itu?” tanya Lana.

Vervain hanyalah sari yang diekstrak dari tumbuhan biasa. Vervain bisa melukai vampir untuk sementara, namun luka itu akan kembali sembuh.”

“Tapi paling tidak kita bisa bersembunyi di sini.” Tieya terduduk di salah satu bangku gereja.

“Tidak, Kak.” Lana memandangi Fino yang kini tertidur di salah satu bangku, “Kita harus segera membawanya ke rumah sakit. Lagipula vampir itu pasti cepat akan lambat akan menemukan cara masuk ke sini.”

“Ehm, Pastur permisi ...” sela Otong, “Apa ada dapur di sekitar sini?”

“Oh tentu, ada di pasturan, sebelah sana.” tunjuk Pastur Wilson.

Pemuda itu segera bergegas ke arah yang ditunjukkan pastur itu. Lana hanya menggeleng melihatnya.

“Lalu bagaimana?” tanya Shandi sambil menatap Lana.

“Jika kalian benar-benar ingin ke rumah sakit, maka bawalah seluruh persediaan vervain yang kubawa dari Eropa ini.” kata Pastur Wilson.

“Ta ... tapi bagaimana dengan Anda?”

“Nak, aku sudah tua. Cepat atau lambat aku akan mati juga.”

“Tidak!” seru Lana. Ia tak bisa lagi melihat ada seseorang yang mati di depan matanya, “Anda akan ikut dengan kami!”

“Hei, ada apa ramai-ramai di luar?” tanya Tieya sambil bangkit dari kursinya. Shandi dan Lana ikut tertarik dengan suara ribut-ribut dari luar. Mereka juga melihat cahaya dari balik jendela kaca patri gereja tersebut.

“Astaga!” seru Shandi ketika membuka jendela. Di luar, banyak orang mengerumuni gereja sambil membawa obor. Langkah mereka terseok-seok bak zombie. Shandi langsung menyadari mereka bukanlah manusia.

Mereka vampir.

“Hahahaha!!!” terdengar tawa keras dari atas truk. Andrea menutup kembali sayapnya, sejenak membuatnya tampak seperti manusia biasa, namun ia jauh dari itu.

“Keluarlah dari gereja itu atau aku akan membakarnya. Kalian tetap akan mati, jadi kenapa kalian tidak berbaik hati sedikit menyumbangkan darah bagi saudara-saudara kalian di luar ini?”

“Keparat!” maki Shandi, “Dia mengubah orang-orang tak berdosa itu menjadi vampir!”

***

 

Semua orang langsung memburu masuk ke dalam dapur.

“Hei hei, ada apa ini???” tanya Otong kebingungan ketika melihat semua orang panik.

“Otong, apa yang kau lakukan di sini?” kata Lana sambil menutup hidungnya, “Dan bau apa ini?”

“I ... ini bawang putih. Orang bilang ini bisa mengusir vampir makanya aku makan banyak. Cium nih bau nafasku ...”

“Uh, Otong! Tutup mulutmu!!!” erang Shandi, “Kita harus segera pergi dari sini. Vampir-vampir itu berniat membakar gereja ini.”

“HAH GAWAT DONG???”

“Cepat! Bawa vervain ini!” kata Pastur Wilson, “Konsentrasinya kubuat lebih tinggi ketimbang yang kucampur dengan air suci tadi, jadi ini akan melukai vampir itu lebih lama.”

“Namun bagaimana dengan Anda?” tanya Lana.

Pastur itu mengeluarkan korek dan melirik ke arah tabung gas. “Kalian takkan bisa mengalahkan semua vampir di luar. Aku akan membuat sebagian besar dari mereka mati. Vampir baru jauh lebih mudah dibunuh. Saat itu kalian bisa melarikan diri.”

“Tidak, Anda tak bisa melakukannya!” pinta Lana.

“Lana, cepat pergi ke luar bersama yang lain! Hanya ini satu-satunya cara!” perintah Shandi.

Dengan berat hati Lana dan yang lainnya akhirnya keluar melalui pintu dapur. Namun sebelum Shandi berbalik pergi, Pastur Wilson menghentikannya.

“Nak, aku tak tahu apa legenda ini benar. Namun mungkin masih ada satu cara untuk menghentikan vampir-vampir ini.”

***

 

“Mereka ada di sana!” teriak salah satu vampir ketika melihat Lana, Fino, Otong, dan Tieya keluar melalui pintu belakang.

Mata Andrea Lunera berbinar gembira. “Akhirnya!”

Ia mengepakkan sayap dan melayang terbang, “Semuanya! Bunuh mereka!!!”

Tieya menjerit melihat banyak makhluk-makhluk itu berlari ke arah mereka.

“Kita takkan mungkin bisa mengalahkan mereka!”

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang amat keras. Gereja itu terbakar hebat dalam bola api, memusnahkan sebagian besar vampir yang berada di dekatnya, sebelum mereka berhasil mencapai Lana dan kawan-kawan.

“Tidak! Kak Shandi masih ada di sana!” jerit Lana, “KAK SHANDI!!!!”

 

TO BE CONTINUED

5 comments:

  1. GGS season berapa ini bang dave???wkwkwk


    -Conan

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha tunggu episode berikutnya, tambah "GGS" banget

      Delete
  2. ini yg terakhir ya?lanjutannya mana bang dave...

    -vie-

    ReplyDelete
    Replies
    1. kan masih ada tulisan "to be continued" ... masih panjang kok tenang aja

      Delete
    2. sipphhh...ditunggu bang...

      -vie-

      Delete