Friday, September 23, 2016

HINGGA FAJAR MENJELANG: CHAPTER 8

 

ps4-until-dawn

Dr. Hill tampak mencatat sesuatu di notesnya.

“Teman-temanku yang lain, apa kau tahu apa yang terjadi pada mereka?”

Dr.Hill mendongak, “Siapa?”

“Ashley dan Matt, serta Jung Soo dan Elle?”

“Polisi menemukan mayat Jung Soo dan Elle di dasar jurang. Butuh waktu lama, namun akhirnya kami berhasil mengidentifikasi ... yah, apa yang tersisa dari tubuh mereka. Kemudian Ashley dan kekasihnya, Matt ... maaf, kami tak pernah menemukan keberadaan mereka. Apa kau tahu apa yang terjadi pada mereka berdua?”

***

Ashley terbangun dengan kepala berkunang-kunang. Ia berusaha menggerakkan tangannya, namun ia kemudian tersadar bahwa tangannya tengah terikat dengan erat ke dinding. Rantai gelang melingkari kedua pergelangan tangannya. Dengan panik gadis itu menyentaknya, namun rantai itu sama sekali tak bergeming.

Ia menoleh ke samping dan lega melihat kepala Matt yang terkulai, namun masih bernapas. Sama sepertinya, kedua tangannya juga dirantai ke dinding.

“Matt ... Matt! Bangun!”

Suara Ashley membangunkan pemuda itu. Ia tampak panik begitu menyadari tangannya tengah dirantai, namun juga lega melihat gadis itu baik-baik saja.

“Ash ... apa kau melihatnya, si penyerang kita?” bisik Matt perlahan, masih kesakitan dengan luka di kepalanya.

“Bukankah ia memakai topeng? Apa kau tahu siapa dia?”

Matt terdiam. Ada baiknya gadis itu tak tahu.

Ia tak boleh tahu.

***

“Astaga, kita harus memanggil polisi!” jerit Sam ketakutan.

“Bagaimana mungkin? Kau tahu sendiri kan betapa buruknya sinyal di sini!” balas Mike.

“Apa sih yang kalian bicarakan? Aku juga tak menemukan Josh di atas.” Lyra melewati Sam dan pergi keluar.

“Tidak! Jangan!” jerit Sam. ia dan Mike berusaha mengejarnya keluar.

“Dimana mayatnya?” tanya Lyra sambil berkacak pinggang. Mata Sam membelalak. Mayat Jessica yang tadi teronggok di atas salju kini tak terlihat lagi.

“I ... ini mustahil ...”

“Huh, aku sudah muak dengan semua omong kosong kalian!” Lyra berbalik masuk kembali ke dalam kabin.

“Lyra ..” Sam berusaha mengejarnya. Mike hanya berdiri di atas salju. Sam menoleh untuk memanggilnya kembali masuk ke resort, namun bibirnya terhenti ketika melihat sesuatu.

Ada sebilah senjata tajam di tangan Mike. benda itu adalah penusuk tajam yang biasanya digunakan untuk membalik kayu di perapian. Sejak kapan Mike menggenggamnya?

Dan untuk apa?

Tiba-tiba ia mendengar suara pintu dikunci.

“Tidak, Lyra!” jerit Sam. Ia berusaha membuka pintu, namun gagal. Ia kemudian menggedor-gedornya. Ia masih melihat Lyra di dalam kabin tengah menatap mereka.

“Apa yang kau lakukan?” teriak Sam panik, “Kenapa kau mengunci kami di luar?”

“Kalian semua gila!” jeritnya dari dalam, “Aku tak tahu permainan apa yang tengah kalian lakukan, namun aku sudah tak mau lagi ikut campur!”

“Sudahlah,” kata Mike dari belakangnya, “Ada pintu di dapur kan? Kita bisa lewat sana.”

Sam baru teringat. Iapun mengikuti Mike memutari kabin untuk mencapai pintu belakang. Namun langkah Sam terhenti di depan pintu.

“Ada apa?”

Sam menunjuk ke bawah,”Jejak kaki itu ... mengarah ke dalam kabin. Sebelumnya jejak itu tak ada.”

“Apa mungkin yang lain sudah kembali?”

“Ta ... tapi hanya ada satu pasang jejak kaki. Bukankah mereka pergi berdua-dua?”

Perasaan Sam bertambah tak enak. Ia hanya terhenti di depan langkah kaki itu. Diliriknya jendela dapur dan terlihat Lyra sedang menghampiri kompor. Sementara itu Mike membuka pintu dapur perlahan dan tercium bau gas yang menyengat dari arah dalam.

“Astaga!” jerit Sam, “LYRA! HENTIKAN!!!”

Namun terlambat, Lyra sudah keburu menyalakan api dan ....

“BLAAAAAAR!!!” ledakan keras menggelegar menyayat keheningan malam dan menelan kabin itu dalam bara api. Sementara itu tubuh Sam terlempar ke atas salju dan tak sadarkan diri.

***

Sam perlahan membuka matanya. Kepalanya masih berkunang-kunang. Ia baru tersadar bahwa dirinya tergeletak di sebuah tempat yang dingin. Batu ... ya ... dia berada di dalam gua.

Siapa yang membawaku ke sini?

Ia kembali teringat ledakan itu ... ledakan yang menewaskan Lyra. Astaga, Mike! Apa yang terjadi dengannya? Apa ledakan itu juga membunuhnya?

Namun Sam segera menyadari bahwa ia tak sekedar berada di dalam gua. Gua itu terlihat lebih mirip sebuah kamar, bahkan rumah. Ada ranjang, ada meja serta kursi, bahkan ada televisi.

Ya, sebuah televisi tabung tua.

Siapa yang tinggal di sini?

Tiba-tiba televisi itu menyala. Di layar terpampang dua wajah yang amat ia kenal.

Ashley dan Matt.

“Me ... mereka tertangkap?” bisik Sam ketakutan. Mereka berdua tampak dirantai di dinding dan ada alat berupa gergaji raksasa, sama dengan alat yang sudah memotong tubuh Josh di rekaman terakhir.

“Si ... siapa kau? Mengapa kau melakukannya?” jerit Ashley.

“Siapa di antara kalian ... yang akan mati?” seutas suara menjawab, tak terjangkau oleh kamera. Sam terkesiap.

Suara ini ... suara ini adalah ...

“Kau?!” jerit Ashley, “Kenapa kau melakukan ini semua? Kami tak ada sangkut pautnya dengan kematian Dawn dan Hope!”

“Siapa di antara kalian yang rela mati demi menebus nyawa yang lainnya?” sosok itu sama sekali tak berusaha menjawab pertanyaan Ashley.

“A ... apa maksudmu?” Matt mendongak.

“Aku akan mengampuni salah satu dari kalian ... tapi kalian harus memilih ... siapa yang mati dan siapa yang hidup?”

“Kejam sekali!” jerit Sam dalam hati, “Kejam sekali permainan ini!”

“Bunuh saja aku!” seru Matt, “Tapi lepaskan Ashley!”

“Tidak!” jerit Ashley, “Jangan lakukan itu, Matt! Kumohon!”

“Tidak, Ash! Ini harus kulakukan ... maafkan aku, tapi aku harus mengaku ...” Matt menatapnya dengan wajah penuh sesal, “Selama ini aku membohongi kalian. Akulah yang membunuh Dawn dan Hope.”

 

BERSAMBUNG

1 comment:

  1. mana lanjutan nya, udah lebih dari seminggu juga

    ReplyDelete