“Don't Wave At Strangers”
Penulis: QueenSkittlez
Dia sedang duduk di kafe toko buku ketika aku pertama kali
melihatnya, Tapi dia tersenyum menarik mataku. Dia
menatapku seolah dia mengenalku. Perlahan-lahan, dia mengangkat tangannya dan melambai ke arahku. Dengan ragu-ragu aku membalas lambaiannya. Kemudian aku menunduk, kembali
membaca bukunya dan melupakannya. Mungkin aku takkan melihatnya lagi.
Namun
ternyata aku salah.
Saat aku membeli sandwich
pagi ini, aku melihat
orang asing itu lagi. Dia ada di seberang jalan, tersenyum, bahkan lebih lebar dari
sebelumnya. Dia mengangkat tangan dan melambai. Aku hanya menatapnya. Akhirnya, sebuah bus melaju di depannya dan begitu lewat, dia tidak terlihat di
mana pun.
Kemudian
aku sadar, dia ada di mana-mana.
Dimanapun
aku berada, dia akan berada di sana. Entah di seberang jalan, di seberang
lorong, ataupun di seberang jendela. Namun aku masih bisa melihat wajahnya. Ia
masih tersenyum kepadaku.
Aku sampai
memasang kamera CCTV di rumahku. Namun itu tak menghentikannya. Ketika aku
mengecek kamera itu, aku melihatnya di depan pintu rumah. Dia melihat
lurus ke arahnya, tepat ke
arah kamera, tersenyum. Aku bisa melihat wajahnya begitu dekat sekarang,
Senyum lebar dan lebar. Dia terus menyeringai dan mulai melambaikan tangan
dengan antusias. Aku merayap ke jendela, tetapi dia tidak lagi di depan
pintuku.
Aku sudah
tak tahan lagi ketika aku melihat pria itu tersenyum, kali ini di dalam
rumahku. Aku memanggil polisi, namun mereka tak menemukan apapun. Bahkan tak
ada jejaknya di rekaman CCTV. Mereka mengira aku berhalusinasi dan
menyarankanku pergi ke psikiater.
Akhirnya
aku pergi menemuinya. Tak ada pilihan lain. Ya, mungkin itu hanya halusinasiku.
Mereka memberiku obat dan sesaat, itu berhasil.
Hingga
suatu hari, ketika aku pulang ke rumah, aku menemukan sebuah hadiah di atas
mejaku. Aku yakin sekali telah mengunci seluruh rumah sebelum aku berangkat.
Jadi aku menyimpulkan, itu pasti dia.
Aku membuka
kotak itu dan menemukan sebuah kalung perak yang indah dengan liontin
bertuliskan,
"Untuk
sahabatku"
Dia nyata.
Dia benar-benar ada.
Psikiater baruku mengira aku penderita skizofrenia. Lalu dia memuji kalung baruku.
Dan ketika aku mengatakan
bahwa itu adalah hadiah dari seorang teman baik, wanita yang tersenyum di
belakangnya, entah
bagaimana, tersenyum
lebih lebar.
Yaampun pict-nya 😫
ReplyDeleteDari rattle rattle itu hahaha
ReplyDeleteshock gua, jahat amat lu bang
ReplyDeletengagetin aja :'(
ReplyDelete