KAIDAN: SLIDING DOOR

 

Aku sedang berada di kamarku ketika anakku yang berumur 3 tahun tiba-tiba berlari masuk dan menutup pintu geser kamarku. Tak hanya menutupnya, ia juga memeganginya agar tidak terbuka.

“Apa yang terjadi, Nak?” tanyaku heran.

Ia tak menjawab, hanya bernapas dengan terengah-engah.

“Kenapa kau menutupnya?”

“Di ... dia akan masuk ...”

“Siapa yang akan masuk?”

“Hantu ...”

“Hantu? Hantu apa? Tidak ada yang namanya hantu di dunia ini?”

“Ada, Ayah! Dia di luar sekarang?”

Aku melihatnya masih menahan pintu itu.

“Apakah hantunya ada di luar?” tanyaku.

“Ya, Ayah! Jangan bukan pintunya!” teriaknya ketika melihatku berjalan mendatanginya.

“Tidak, Ayah hanya akan mengintip sebentar untuk melihat apakah hantunya sudah pergi atau belum.”

Dia hanya pasrah ketika aku menggeser pintu itu sedikit dan mengintip ke luar. Aku menutupnya kembali dan tersenyum kepadanya.

“Tidak ada apa-apa di luar.”

“Benarkah?”

“Ya, apa kau mau melihat TV” kataku sambil berjalan menuju ke TV yang ada di kamarku. Namun anakku justru membuka pintu untuk mengintip keluar.

“HUAAAAAA!!!” teriaknya. Ia menutup pintu itu lagi secepat mungkin lalu berlari memelukku.

“HANTUNYA MASIH ADA DI SANA!” teriaknya sambil menangis, “DAN IA MARAH!”

“Tenanglah, nak.” ucapku sambil membelai kepalanya.

“A ... apa ini salahku sehingga hantunya marah?”

“Tidak, Nak. Itu bukan salahmu.”

Ya, itu memang bukan salah anakku. Ini salahku.

Sebab aku berpura-pura tak melihat hantu itu.