Sekitar 7-8 tahun lalu, sebuah ruang kelas tambahan dibangun di sekolahku karena meningkatnya jumlah murid.
Ada empat ruangan kelas baru yang dibangun di gedung sekolah yang sudah tua itu; yakni kelas A sampai D. Kelas A, B, dan C dibangun tanpa kesulitan yang berarti. Namun lain halnya dengan kelas D.
Para tukang yang terlibat dalam pembangunannya mengalami insiden sehingga luka-luka. Beberapa orang bahkan meninggal karena sebab yang misterius. Selain itu banyak kejadian aneh terjadi selama proses pembangunannya.
Namun walaupun begitu, pembangunan kelas itu akhirnya selesai juga. Namun bahkan semenjak itu, kejadian aneh terus saja terjadi – terutama pada saat jam belajar.
Seminggu setelah kelas itu dibuka, seorang guru yang mengajar di kelas D tiba-tiba mengalami serangan jantung di tengah jam pelajaran. Seminggu kemudian, beliau wafat.
Bahkan guru pengganti yang mengajar setelah insiden itu berakhir di rumah sakit karena kecelakaan.
Semua orang yang dulu mengatakan, “Itu hanya kebetulan” kini mulai percaya bahwa ada sesuatu yang aneh tentang kelas itu. Semua orang menjadi takut. Apalagi, setiap tahun, selalu ada siswa kelas D yang meninggal. Karena sebab itulah, semua orang menyebut kelas D sebagai “Kelas Iblis”.
Musim semi tiba dan begitu pula tahun ajaran baru. Semua kelas kami kembali diacak dan daftar siswa di kelas baru dipajang di papan pengumuman. Aku berjalan ke papan untuk membacanya. Di depan papan, aku melihat Yasuda-kun. Ia tengah menatap papan pengumuman dengan wajah pucat.
“Ada apa, Yasuda-kun?” tanyaku.
Ia menjawab dengan suara gemetar, “Ke ... kelas iblis ...”
Ia menunjuk namanya di papan. Namanya tertera di daftar murid kelas D.
Ia kini murid di “Kelas Iblis”.
“Tak perlu khawatir,” aku menepuk pundaknya. “Lihat!” tunjukku. Namaku juga ada di daftar kelas D. Kita sekelas.”
Aku mengucapkannya dengan enteng, sebab sejak awal aku memang tak percaya omong kosong tentang kutukan itu.
“Namun aku selalu sial.” jawabnya, “Sebelum semester dimulai, aku pergi ke kuil untuk mengambil ramalan. Namun sebanyak apapun aku mengambil isinya tetap sama: ‘NASIB SIAL’, ‘NASIB SIAL’, dan ‘NASIB SIAL’!”
Ia meneruskan, “Ta ... tahun ini ... akulah yang akan menjadi tumbal di kelas D!”
“Itu semua hanya kebetulan.”
“Aku tamat!” ujarnya, “AKU BENAR-BENAR TAMAT!”
Ia berlari keluar.
Itulah saat terakhir aku melihat yasuda-kun sebab pada hari itu pula, ia meninggal tertabrak truk.
Entah apa aku percaya akan kutukan itu atau tidak sekarang, namun aku ingat, ketika aku menerima kabar bahwa Yasuda-kun meninggal, aku sama sekali tak terkejut.
Ia adalah tumbal kelas D untuk tahun ini.
Kematiannya yang mendadak menghebohkan seisi sekolah. Namun waktu terus berlalu dan sebulan kemudian, orang-orang mulai melupakan kepergiannya. Semua kembali ke kehidupan normal. Mungkin agak kejam untuk dikatakan, namun justru para siswa kelas D lega dengan kematiannya. Mereka kini tak perlu takut akan menjadi korban, sebab kelas ini hanya mengambil satu orang tiap tahunnya.
Namun hari itu, saat aku sedang berjalan pulag dari sekolah dan lewat di persimpangan dimana Yasuda-kun tertabrak, aku melihatnya. Ya, aku melihat Yasuda-kun berjalan mengenakan tas sekolahnya. Ya, aku yakin aku tak salah lihat. Itu memang Yasuda-kun.
Entah apa yang ada di kepalaku, namun aku memanggilnya. Aku hanya ingin memastikan. Mustahil bukan yang kulihat itu hantu? Mungkin aku hanya salah lihat.
Namun begitu aku memanggilnya, ia berlari secepat kilat.
“Hei, tunggu!” seruku. Aku mengejarnya. Namun ketika berlari menyeberangi jalan, kudengar orang-orang di sekitarku berteriak.
“HEI, AWAS!!!”
Dan kemudian yang kudengar, suara rem mobil yang mendecit memenuhi kepalaku.
***
Aku melihat semua guru yang meninggal di kelas D. Mereka masih mengajar di sana, sementara para murid kelas D yang sudah meninggal duduk dengan rapi mendengarkan mereka. Aku menoleh dan melihat para pekerja yang meninggal selama konstruksi kelas kami. Aku juga menilaht banyak orang yang tak kukenal, menempel pada dinding kelas. Tubuh mereka menyatu dengan tembok. Kemudian aku menunduk ke bawah dan melihat makam-makam dan batu nisan. Ya, rupanya dulunya kelas ini adalah pekuburan tua.
Aku saat itu terduduk di kursiku, sementara di atas mejaku terdapat bunga.
Tanda duka cita.
Aku melihat Yasuda-kun hanya berdiri di ambang pintu dengan tas ranselnya, tidak masuk.
Aku baru sadar bahwa aku melupakan satu fakta penting.
Yasuda-kun tak pernah menjadi murid kelas D. Ia meninggal sebelum sempat masuk sekolah.
Tumbal pada tahun bukan dia.
Tapi aku.
Udah tau tiap tahun minta tumbal. Masih aja kelas nya dibuka. Heran deh ma kepala sekolahnya. Hdue..
ReplyDeleteCeritanya mantap,, saya kira itu semacam flashback kematian Yasuda kun hehe
ReplyDeleteYg lebih anehnya ya orang tua muridnya, kenapa gak keluarin anaknya dr sekolahh itu? Btw tadi katanya dibangun sebuah ruangan kelas tapi kok ada 4 ruangan kelas wkwk
ReplyDeleteKeren ceritanya
ReplyDeleteIni ceritanya pernah ada di komik ��
ReplyDeleteiya di ghost school
DeleteJadi inget anime Another gua :/ ceritanya sama kek gini
ReplyDeleteane juga :v
Deleteapa bang dave ambil cerita ini dari manga “ghost school” volume 3 karya kyomi ogawa? soalnya cerita ini ada di manga itu. ada baiknya klo sumbernya ditulis sih :)
ReplyDelete