HEADLIGHTS ASCENDED
Karakter: Andrew Garnet – Morgan Wolf – Marissa Salazar – Malachi Cooper – Tyler Mason – Sadie Franco – Joshua Moore – Faye Griffin – Amelia Newton – Dr. Clef – Dexter Barclay – Kate MacTiriss – Grady “The Saint” Blackburn – Hunter
***
Malachi masih menyeret kapak itu, meninggalkan jejak darah dan bekas sayatan di lantai parkit rumah tua itu.
“Ayah ... ayolah keluarlah ...”
Ia bersiul memanggil ayah tirinya. Ia baru saja menikam ibunya yang menikah lagi tanpa seizinnya tanpa ampun. Begitu pula adik-adik tirinya, semuanya ia bantai ketika mereka terlelap di ranjang.
“Kenapa ... kenapa kau melakukan ini ...” jerit pria itu sambil menyeret kakinya yang hampir putus karena sabetan kapak tadi. ia segera masuk dan mengunci dirinya di kamar mandi.
“Ayolah Ayah ...” Malachi berhenti di depan pintu kamar mandi, “Tak ada jalan keluar di sana. Marilah ke sini, bermain bersamaku.”
“Pergi kau, anak iblis! Pergi!” terdengar suara isakan putus asa pria itu di dalam kamar mandi.
Malachi tersenyum. Ia tak mau masuk ke sana, walaupun ia bisa. Akan kurang menyenangkan.
Malachi memutuskan duduk, menunggu mangsanya keluar.
Peristiwa itulah, yang kemudian coba ditutupinya dengan membakar rumah dan mayat-mayat di dalamnya, membuat Malachi menerima hukuman seumur hidup layaknya orang dewasa.
Walaupun itu terjadi sepuluh tahun lalu, saat ia masih berusia delapan tahun.
***
“Apa yang kau lakukan, Andrew!” jerit Marissa sambil menutup matanya. Morgan ikut menjerit, namun ketika mereka sudah hampir menabrak lampu itu, barulah ia menyadari, mereka bukanlah mobil.
Dua lampu itu berpisah, satu ke sisi kanan mobil, dan satu ke kiri.
Sekilas Morgan melihat sosok makhluk itu. Ia memiliki dua kaki dengan tubuh diselimuti metalik hitam dan kepala berupa bola lampu yang membutakan mata.
Monster. Dua cahaya yang ia kira sebagai lampu mobil tadi adalah dua monster yang berlari berdampingan.
Andrew segera menghentikan mobilnya begitu berhasil memecah formasi mereka.
“A ... apa itu tadi?” Josh masih shock melihat penampakan makhluk tadi.
“Makhluk yang membunuh orang tuaku!” jawab Andrew sambil keluar dari mobil.
“Andy, apa yang kau lakukan!” Morgan ikut keluar bersamanya.
Morgan melihat Andrew berusaha memancing kedua makhluk itu. Dari kejauhan, tampak kedua monster itu berhenti dan berbalik. Dengan kecepatan tinggi, salah satu dari monster itu berlari menuju ke arah mereka.
Andrew mengeluarkan senjatanya, foto dari SCP 096 ke arah makhluk itu.
Tiba-tiba terdengar lengkingan, hampir seperti tangisan yang menyayat telinga, semakin mendekat. Dan benar dugaan Andrew, makhluk jangkung bertubuh pucat yang dikenalinya sebagai SCP 096 segera menerkam tubuh SCP 745 dan merobek-robek tubuhnya.
Melihat kematian rekannya, SCP 745 yang lain segera menyerang SCP 096 tanpa ampun. Kedua makhluk itu bergelut dan ketika terdengar suara lengkingan penuh kesakitan yang diikuti kesunyian, Andrew tahu SCP 096 telah kalah.
Andrew tanpa takut sedikitpun segera berlari menghampiri satu-satunya SCP 745 yang tersisa.
“Andy, kembali!” jerit Morgan.
Namun pemuda itu terus berlari, mengeluarkan pisau lipat dari sakunya, dan menusukkannya ke bola cahaya yang menyala di kepala makhluk itu.
“AKSHYUNA MALAKZBIT ...!!!” makhluk itu berteriak dengan bahasa yang tak mereka mengerti. Cahaya yang semula hanya terkonsentrasi di kepala makhluk itu segera merambat ke sekujur tubuhnya. Morgan segera menarik Andrew menjauh dan tiba-tiba ...
“DUAAAAAAR!!!!” ledakan yang memekakkan telinga terdengar, menghancurkan tubuh monster itu berkeping-keping.
“Aku berhasil.” Andrew menatap serpihan tubuh SCP 745 yang berserakan di tanah. “Aku tak percaya, aku benar-benar berhasil!”
“Kau benar-benar gila, kau tahu!” bentak Morgan.
“Apa kau tak apa-apa??” Marissa berlari menghampiri pemuda itu dengan wajah khawatir.
“Kau sinting! Kau benar-benar sinting!” Josh berseru dengan wajah ketakutan, “Gara-gara kau, aku nyaris mati tadi! Aku tak mau bersama kalian lagi. Aku akan mencari bantuan sendiri!”
“Josh, tunggu!” panggil Andrew ketika melihat pemuda itu benar-benar serius berjalan menjauh dari mereka.
“Joshua!” teriak Morgan. Namun pemuda itu sama sekali tak mempedulikan mereka.
Tiba-tiba Andrew mendengar suara “Bip bip bip” yang keras, asalnya dari kalung yang dikenakan Josh. Ia juga melihat lampu di kalung Josh kini berkedip.
Suara itu serta kedipan cahaya itu semakin keras ketika Josh berjalan semakin jauh dari mereka.
Perasaan Andrew menjadi tak enak, “Josh, berhentilah! Kumohon! Ada sesuatu ...”
“BIP BIP BIP”
Dan terdengar suara dentingan logam yang keras. Langkah Josh terhenti dan mereka melihat sesuatu yang amat mengerikan terjadi padanya.
Kepalanya tiba-tiba lepas dan menggelinding ke tanah. Tubuhnya yang tak lagi bernyawa segera limbung dan ambruk.
“Josh! Josh!” jerit Marissa. Ia segera berlari menghampirinya. Bunyi “Bip bip bip” kembali terdengar, kali ini dari kalung Marissa, semakin cepat diikuti nyala kedipan lampu ketika ia berlari makin dekat dengan tubuh Josh.
“Tidak, jangan ke sana!”
Andrew segera menghentikan langkah gadis itu dan menariknya kembali ke tempat mereka semula. Sesuai dugaannya, alarm itu berhenti berbunyi dan lampu di kalung mereka tak lagi berkedip.
Marissa masih menangis, “Apa yang barusan terjadi pada Josh?”
“Kalung itu ... sepertinya jika kita kabur hingga titik tertentu, kalung itu akan memenggal kepala kita.”
“La ... lalu apa yang harus kita lakukan?”
Andrew dengan enggan menatap bangunan besar dimana mereka baru saja lolos.
“Tak ada jalan lain. Kita harus kembali ... meminta mereka untuk melepaskannya dari leher kita.”
***
Grady menatap tak percaya rekaman live streaming CCTV yang menampakkan kematian Joshua.
“Kalian sejak awal berniat menghabisi anak-anak itu?” katanya geram.
“Toh mereka tak ada gunanya bagi masyarakat.” ujar Dr. Clef dengan enteng, “Justru kita menolong banyak orang dengan menyingkirkan mereka.”
“Dasar biadab! Apa kau pernah membayangkan jika mereka adalah anakmu sendiri?!!” bentak Grady.
“Hei, perhatikan dengan siapa kau bicara!” Dexter memperingatkan.
“Kau sebut aku apa?” tanya Dr. Clef, “Lihat sendiri kau, paling tidak anakku bukan ...”
“DIAM KAU!!!” Grady dengan emosi berusaha menyerangnya, namun para personel keamanan segera menyergapnya.
“LEPASKAN AKU!” Grady meronta, “LEPASKAN!!!”
“Apa yang kalian lakukan padanya?” jerit Kate.
“Diamlah, Kate! Ini bukan urusanmu!” sergah Dexter.
“Kate, buka tasku. Ada granat asap di situ!”
Kate seakan mengerti apa yang dimaksud Grady. Dexter berusaha menghentikannya, namun Kate sudah terlanjur merebut tas itu dan melemparkan granat asap ke arah mereka. Segera ruangan itu dipenuh asap putih yang menyesakkan paru-paru. Grady segera menggunakan kesempatan itu untuk melumpuhkan para penjaga dan kabur bersama Kate.
“Tangkap kedua pembangkang itu!!!” seru Dr. Clef sambil terbatuk, “Lakukan Protokol 110-Montauk jika diperlukan!”
TO BE CONTINUED
yah senjata andalan Andrew udah mati..
ReplyDeletewowowowowowowowowow
ReplyDeleteMakin seru!
ReplyDeleteKayaknya makin seru, lanjutkan gan
ReplyDelete