CRIME OF PASSION
Karakter: Andrew Garnet – Morgan Wolf – Marissa Salazar – Malachi Cooper – Tyler Mason – Sadie Franco – Joshua Moore – Faye Griffin – Dexter Barclay – Kate MacTiriss – Grady “The Saint” Blackburn – Hunter
***
“Apa saja yang mereka simpan di sini?” tanya Hunter ketika mereka berkeliling ke fasilitas baru ini.
“Entahlah. Semuanya classified alias rahasia.” jawab Grady. Namun mereka membangunnya di atas ‘sesuatu’. Itu yang jelas.”
“Apa maksudnya dengan ‘sesuatu’?” Hunter tambah penasaran.
Grady mengangkat bahunya, “Mungkin salah satu koleksi SCP. Tapi aku tak tahu yang mana. Kau mengerti kan, tak semua koleksi yang dijaga SCP adalah benda atau makhluk. Bisa saja itu adalah sebuah lokasi.”
“Seperti kolam darah di Kanada?” Hunter bergidik ngeri, “Untung saja aku tak pernah ditugaskan ke sana.”
“Kau belum berhadapan dengan banyak SCP, Hunter. Kau masih butuh banyak pengalaman.” ujar Grady, “Namun satu hal yang pasti; aturan pertama tim Mobile Task Force adalah jangan pernah menaruh simpati dengan SCP manapun. Jangan pernah!”
Hunter nyaris tertawa melihat wajah serius Grady, “Simpati? Dengan monster-monster mengerikan itu? Mana bisa, Boss?”
Tiba-tiba di salah satu ruangan, ia mendengar suara tangisan. Hunter mengira ia salah dengar, namun tidak. Ia jelas mendengar suara tangisan seorang anak, disertai rintihan meminta tolong yang menyayat hati.
Hunter segera mendobrak ruangan itu dan menemukan para dokter, berpakaian putih dan memakai masker, sedang menggenggam gergaji dan pisau bedah, sementara darah terciprat membasahi seragam operasi mereka.
Hunter terhenyak melihat apa yang terhidang di atas meja operasi.
Seorang anak tengah menangis kesakitan, sementara kaki kirinya tampak terputus. Potongannya masih tergeletak di atas meja operasi dengan bekas sayatan kasar, kemungkinan akibat irisan gergaji. Di sekujur tubuhnya tampak bekas jahitan dimana-mana. Darah masih mengucur deras dari kaki yang termutilasi itu.
“Apa yang kalian lakukan? Dasar biadab!!!” Hunter serta merta menutup luka menganga di kaki anak itu dengan selimut dan menggendongnya.
“Tidak, Hunter! Jangan!!!” Grady berusaha menghentikannya.
“Apa yang kau lakukan! Letakkan anak itu!!!” para dokter itu tampak ketakutan.
“Tidak sampai kalian ... AAAAARGH!!!” tiba-tiba Hunter berteriak. Anak itu tiba-tiba mengeluarkan taring-taring tajam dari mulutnya dan segera mengoyak leher pemuda itu. Ia tampak mengunyah, menikmati daging dan darah segar pemuda itu.
“Bunuh dia! Bunuh!!!” perintah para dokter. Grady segera menodongkan senjatanya dan menembak anak itu beberapa kali. Bocah iblis itu menjerit dan akhirnya terjerembap ke lantai, tak lagi bernyawa. Dari lubang bekas tembakan di tubuhnya, keluar cacing-cacing pita berwarna putih yang terus menggeliat. Para dokter memutuskan menyiramkan alkohol dan segera membakar jasad anak itu.
“SCP 1006 ... salah satu SCP paling berbahaya. Mereka awalnya adalah telur cacing parasit yang masuk ke tubuh manusia dan tumbuh menjadi janin, memakan organ tubuh inangnya dari dalam, lalu keluar menjadi bayi tak berdosa. Namun tubuhnya akan mengandung parasit yang akan menginfeksi lebih banyak orang.” salah satu dokter itu menjelaskan.
Grady hanya menatap Hunter yang tengah meregang nyawa dengan iba.
“Sudah kubilang kan, jangan pernah menaruh simpati pada SCP manapun. Itu aturan utama kita.”
“Maafkan kami, tapi ia sudah terinfeksi ...” kata salah seorang dokter sambil menepuk bahunya, “Kami harus ...”
“Aku tahu,” Grady berbalik, “Lakukan saja apa yang harus kalian lakukan.”
Dan mereka segera menuangkan alkohol ke atas tubuh sekarat pemuda itu.
***
“Hei, dimana Malachi?” Andrew berbalik dan menyadari pemuda itu tak lagi ada di belakang mereka.
“Siapa?” tanya Morgan.
“Malachi. Kau ingat kan? Pemuda berpakaian rapi itu? Apa kau melihatnya, Marissa?”
Gadis itu menggeleng.
“Mungkin saja ia berbalik dan ikut grupnya Tyler. Sudahlah, jangan pedulikan dia.” Morgan meneruskan perjalanan.
“To ... tolong aku ...”
“Hei, kalian dengar itu?”
“Tolong ...”
Dari ujung lorong, Andrew melihat seseorang.
“Ada seorang gadis di sana!” tunjuk pemuda itu.
Gadis itu tampak kebingungan mencari jalan, meraba-raba dinding di dekatnya. Andrew segera menghampirinya.
“Hei! Kita tak punya waktu! Kita harus segera mencari jalan keluar dari sini!” seru Morgan kesal.
“Tapi dia mungkin tahu jalan keluar dari tempat ini!” seru Andrew. Morgan dan Marissa mau tak mau mengikutinya.
“Hei, Nona!” panggil Andrew. Namun langkah pemuda itu terhenti. Ia terhenyak melihat wajah gadis itu. Ia buta.
Andrew bisa mengambil kesimpulan itu karena kedua bola mata gadis itu sudah menghilang. Hanya ada rongga kosong yang gelap di tempat seharusnya matanya berada.
“Nona ... kau tak apa-apa?” tanya Andrew makin cemas. Apa gadis itu salah satu makhluk SCP?
“Bisakah kau tolong aku ... aku tak bisa pulang ...”
“Apa rumahmu di sini?”
“Kumohon antarkan aku. Kurasa aku tahu jalannya, namun aku takut ...”
“Baiklah Nona, akan kuantar kau.”
***
Malachi melihat sebuah hanggar luas. Ia tak peduli jika ia terpisah dengan Andrew dan dua gadis itu. Ia merasa ada sesuatu yang memanggilnya ke sini.
Malachi terkejut melihat sebuah rumah berada di tengah hanggar itu. Sebuah rumah tua bertingkat dua bergaya Victoria. Tak masuk akal; sebuah rumah di dalam gedung? Apa mereka sengaja memindahkannya ke sini? Namun mengapa mereka repot-repot melakukannya?
Malachi mendekat dan menyadari bahwa rumah itu diselimuti kabut tipis. Pintunya memiliki banyak gembok, seolah-olah memang tak boleh ada yang memasukinya.
Ia mendongak. Di atas pintu, di tempat yang seharusnya ada nomor rumah, ada plakat bertuliskan, “SCP 1171”
“SCP?” pikir Malachi, “Rumah ini adalah sebuah SCP?”
Pemuda itu menatap embun di jendela depan rumah itu. Ia bisa melihat sesuatu di sana yang menarik perhatiannya, di atas permukaannya.
Sebuah tulisan.
“Hai.”
Malachi mendekatinya dan menulis balasan.
“Hai juga.”
Tulisan itu hilang dan ia samar-samar melihat sesuatu tengah menulis dari baliknya.
Bukan, bukan jari ataupun tangan.
Melainkan tentakel.
“Siapa kau?”
Malachi membalas.
“Kau siapa?”
Ia menggerakkan ujung tentakelnya di atas kaca dan menulis.
“Iblis.”
Malachi tersenyum.
“Aku juga,” ia menulis.
Ia diam sebentar lalu meneruskan menulis.
“Jelaskan padaku segala sesuatu tentang SCP.”
***
“Tolong aku ...” suara rintihan itu terdengar makin jelas.
Faye terkesiap ketika mengintip dari jendela bulat di depan sebuah kamar tahanan. Ia menyaksikan seorang gadis seumurannya, bahkan mungkin lebih muda, dipasung di dalam. Kondisinya amat lemah. Ada banyak luka siksaan di sekujur tubuhnya.
“Astaga, apa yang terjadi padamu?” Faye berusaha mendobrak pintu itu.
Di dalam, ia segera melepaskan rantai yang mengikat gadis itu. Ia segera terjerembap ke pelukan pemuda itu, kesakitan dan tak berdaya.
Wajahnya amat cantik, pikir Faye. Matanya biru tampak muram dan sedih, sementara wajahnya pucat karena dehidrasi.
“Kenapa mereka menyiksamu di sini?”
Gadis itu menatapnya. Rambutnya yang hitam terurai di bahu Faye.
“Anakku ... mereka mengambil anakku ... kumohon ...”
“Aku akan membantumu,” ujar Faye, masih mengagumi kecantikan gadis itu. ia segera membopong gadis itu keluar.
Ia sama sekali tak sadar nama yang terpatri di gelang rantai yang tadi memasung tangan gadis itu.
SCP 231.
TO BE CONTINUED
Cuma tebakan untuk cerita ini, salah satu dari subjek adalah SCP. Tapi bukan yang bertanya dengan SCP yang berbentuk rumah kan? Oh ya, ada berapa SCP yang ada dalam catalog?
ReplyDeleteOmg
ReplyDeleteOh ya, ane kurang puas dengan kematian si Hunter. Baru aja masuk, udah mati. Tapi ya... Itu terserah anda.
ReplyDeleteKalo baca tentang SCP 231 di SCP Wiki, aku masih ndak ngerti. --a
ReplyDeletewaduhh.. ane mo uts ntar bukannya belajar malah mantengin ni cerbung :3
ReplyDelete