THAT DAMNED THING THEY KEPT IN CONTAINMENT
Karakter: Andrew Garnet – Morgan Wolf – Marissa Salazar – Malachi Cooper – Tyler Mason – Sadie Franco – Joshua Moore – Faye Griffin – Dexter Barclay – Kate MacTiriss – Grady “The Saint” Blackburn – Hunter
***
LIMA TAHUN LALU – LOKASI DIRAHASIAKAN
Dexter Barclay maju ke dalam rumah tua itu bersama D-class personnel lainnya. Mereka semua adalah orang-orang buangan: pembunuh, perampok, penganiaya ... nyawa mereka tak lagi dianggap berarti. Hanya ini satu-satunya kesempatan mereka menebus dosa mereka.
Dexter tahu benar, hanya ini satu-satunya cara agar ia lolos dari hukuman mati.
Ia dan beberapa orang lainnya mengajukan diri begitu mereka mendengar perekrutan SCP di penjara mereka. Sebelumnya orang-orang SCP pernah datang dan mengambil beberapa tahanan. Para tahanan “terpilih” itu tak pernah kembali. Entah apa yang terjadi dengan mereka. Namun yang jelas, itu lebih baik ketimbang teronggok membusuk di dalam kurungan besi seumur hidup mereka atau mati gosong di atas kursi listrik.
Mereka dipersenjatai lengkap. Mereka tak tahu apa yang akan mereka hadapi. Orang-orang itu menamainya SCP 173. Hanya satu petunjuk yang mereka terima.
Apapun itu, ia bukan manusia.
Dexter mengarahkan senter yang berada di helmnya ke depan. Ruang tamu tempat mereka berada seolah membusuk. Dindingnya ditebari dengan lumut hijau berbau seperti bangkai. Lantainya basah oleh sesuatu berwarna merah dan lengket. Dexter menduga itu darah. Ia harap itu memang darah. Ia tak tahu cairan apa yang lebih buruk dari darah.
“A .. aku melihatnya bergerak!” pria di belakangnya berteriak tiba-tiba. Senapan yang ia genggam ikut bergetar saat tubuhnya gemetaran.
“Apa yang kau lihat?” Phillip Barclay, adik Dexter yang ikut dipenjara karena kejahatan yang mereka rencanakan bersama, berseru.
Tiba-tiba terdengar suara “Krak!!!” yang amat keras, menggema di ruangan berdinding lapuk itu. Segera, mereka melihat tubuh pria tadi tergeletak dengan leher patah di tempatnya berdiri tadi.
“Apa kalian melihatnya?” seru Dexter sambil berusaha menekan ketakutan dalam dirinya, “Apa yang barusan membunuhnya?”
“Aku tak tahu!” ujar pria lainnya, “Barusan saja aku berkedip dan dia ...”
“KRAK!!!” suara lain terdengar. Pria itupun jatuh tak lagi bernyawa dengan leher nyaris putus.
“Apa salah satu dari furniture ini ...” bisik Dexter dalam hati. Ia memandang ke sekelilingnya. Tak ada yang tampak aneh. Meja, kursi, sofa, lampu ...
“Tunggu! Apa itu!” seru Dexter sambil mengarahkan senternya. “Patung itu!”
Semua bergidik ngeri ketika melihat patung kayu berkepala besar itu.
“Ya Tuhan, semua bercak darah itu ...” ujar Phillip ngeri. Ia memang benar, sekujur tubuh patung berbentuk ganjil itu memang diselimuti darah.
Dexter berkedip sebentar dan ...
“Krak! Krak!!!”
“Patungnya! Patungnya hilang!” seru pria di samping Dexter. Kini hanya mereka bertiga yang tersisa. Dexter segera menoleh dan melihat dua orang lagi sudah mati dan patung itu sudah berpindah tempat.
Tepat di sampingnya, di dekat dua jasad baru yang terbaring kaku itu.
“Apakah dia ...” bisik Dexter dalam hati, “Hei kau!” ujarnya pada orang di sampingnya, “Tutup matamu!”
“Ke ... kenapa?”
“Sudah lakukan saja!” paksa Dexter.
Pemuda itu menutup matanya, sementara Dexter menatap patung itu lekat-lekat.
“Buka lagi!”
Pria itu membuka matanya. Tak terjadi apa-apa.
“Berkediplah!” perintah Dexter.
Kali ini Dexter memalingkan mukanya dan ...
“KRAK!!!” terdengar suara leher patah, kali ini berasal dari pria yang berada di sampingnya.
Patung itu lagi-lagi berdiri di dekat jasad korban terbarunya.
“Kakak ... apa patung itu yang melakukannya?” ujar Phillip ketakutan.
“Aku bisa membunuhnya.” pikir Dexter. Ia mengacungkan kapak yang dipegangnya. Untunglah ia tak menyukai senjata api dan lebih memilih sesuatu yang tajam. “Tapi ... aku tak bisa terus-terusan menatapnya tanpa berkedip,” bisik Dexter pada dirinya sendiri, “Aku harus mengalihkan perhatiannya.”
“Dik, sesuai aba-abaku berkediplah.”
“A ... apa? Aku bisa mati!” protes Phillip.
“Percayalah padaku!” seru Dexter. “Ia tak bisa bergerak jika salah satu dari kita menatapnya. Jika kau berkedip, aku akan membuka mataku. Begitu pula sebaliknya.”
Phillip mengikuti perintah kakaknya. Tiba-tiba ....
“Krak!!!” Phillip terbanting lemas ke lantai. Patung itu berada di dekatnya. Dexter segera mengambil kesempatan itu dengan menebas makhluk itu dengan kapaknya, membelahnya menjadi dua. Darah segera mengucur deras dari makhluk itu, menyelimuti tubuh Dexter dengan warna merah pekat.
Ia menatap jasad makhluk itu ketika perlahan ia menyusut, seakan-akan jamur memangsanya hingga habis dan membusuk, hanya dalam sekejapan mata.
“Kak ...” terdengar pinta Phillip yang kini terbaring di lantai, masih selamat setelah serangan makhluk itu. “To ... long ... a ... ku ....”
“Maafkan aku, Phil.” Dexter membungkuk dan menatap wajah adiknya dengan iba. “Namun hanya boleh ada satu pahlawan.”
Dan iapun menebaskan kapaknya kembali.
***
“RUANG KOLEKSI SCP”
Begitu nama ruangan yang terbaca oleh mereka di atas pintu itu.
“Jadi di sini mereka menyimpan semua monster itu?” kata Tyler.
“Hei, aku tak bercanda! Sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini!” ujar Josh. Dari mereka semua, hanya dia-lah yang memiliki pengetahuan luas tentang organisasi misterius itu. “Monster-monster yang mereka simpan bukanlah sembarangan. Mereka dikurung di sini karena suatu alasan .. karena mereka semua terlalu berbahaya ...”
“Aku mau lihat ah ...” serta merta Tyler membuka pintu itu dan masuk.
Joshua menjerit dengan suara melengking.
“Jeritanmu seperti perempuan, Josie.” ejek Sadie sambil tertawa dan masuk mengikuti Tyler.
Namun rasa penasaran membawa Josh ikut melangkah masuk. Sementara Faye hanya berdiri di luar, berkomat-kamit membaca mantra.
“Haaaah? Ini semua koleksi SCP? Ini sih sampah! Mana monsternya?” Tyler dengan jijik melihat semua koleksi yang disimpan di dalam kaca bak museum. “Ada kue tart, komputer, buku usang, sebongkah batu, bola metal, dan apa ini ...”
Tyler membuka sebuah lemari kaca dan mengeluarkan sebuah toaster dari dalamnya.
“Pemanggang roti? Apa-apaan ini?”
“Hei, jangan sentuh itu!” wajah Josh berubah panik, “Itu SCP 416! Taruh kembali!!!”
“Lalu apa yang mesin ini lakukan? Mengeluarkan roti pembunuh ...” tiba-tiba Tyler membeku. Mulutnya menganga dan matanya membelalak. Ia seperti tak sadar selama beberapa detik.
“Hei, Ty! Apa kau tak apa-apa?” tanya Sadie.
Tiba-tiba Tyler menggerakkan kepalanya dan bertanya, masih dengan tatapan kosong, “Hei, apa ada colokan listrik di tempat ini? Ah itu dia.”
Tyler berjalan menuju ke stop kontak dan membukanya dengan paksa.
“Hei, apa yang kau lakukan, Ty?” teriak Sadie.
Pemuda itu tak mempedulikannya dan mengeluarkan kabel-kabel dari dalam dinding, kemudian melakukan hal tak terduga.
Ia memasukkan ujung kabel yang masih mengeluarkan percikan listrik itu ke dalam mulutnya.
Terdengar suara sengatan listrik yang amat keras, diikuti pemadaman. Namun beberapa saat kemudian, lampu menyala kembali. Terlihat mayat Tyler teronggok hangus, hampir tak dapat dikenali lagi, terkecuali topi bisbol yang masih menempel di kepalanya.
“TUH KAN!” Josh menepuk kepalanya, “Itu SCP 416, mesin toaster yang bisa membuat siapapun yang menyentuhnya merasa dirinya adalah mesin toaster juga.”
“Hmmm ... “ Sadie kemudian kembali berjalan kembali melihat-lihat koleksi yang lain, “Untunglah mereka punya generator cadangan. Hei ayo, kau jadi tour guide-nya, bocak freak!”
Faye tak mengikuti mereka. Ia berdiri di sana dan memutuskan menghancurkan toaster itu hingga berkeping-keping.
Kemudian, ia mendengar suara isakan.
“Siapa itu?” tanyanya.
“Tolong ...” suara itu terdengar amat pelan.
“Tolong aku ...”
TO BE CONTINUED
wkwkwk berkedip mati..
ReplyDeletekayanya seru nih om david cerbungnya,,ampe penasaran cari di gugel soal SCP
agak di percepat om chapter selanjutnya seru jg
Don't make me waiting for a long time bang :'
ReplyDeleteAsek neh cerbung
ReplyDeletelanjut bang
Boleh-boleh lah. Lanjutkan!
ReplyDeleteBang lanjut bang cepet!!!
ReplyDeleteBang Seru bgt cerbungnya!! Lanjutin cepetan dong
ReplyDeletelucu yang toaster
ReplyDeleteAne tidak tahu apa-apa tentang SCP, tapi ane membaca tag "Secure, Contain, Protect". Mengingatku tentang containment foundation yang ane rencanakan, tapi ah ane butuh banyak sumber.
ReplyDeleteyaampun jd gua bacanya kga berani berkedip :v
ReplyDeleteSi Tyler ini kayak tokoh di film horor kebanyakan, badan gede, omong banyak, mati duluan :'D
ReplyDelete